Pada saat itu, Korut meluncurkan roket Chollima-1 dalam peluncuran antariksa pertamanya dalam kurang lebih tujuh tahun. Akan tetapi, peluncuran tersebut gagal setelah beberapa menit lepas landas karena masalah yang tampaknya terjadi pada pengapian tahap kedua, yang mengakibatkan puing-puing jatuh ke Laut Kuning.
Korea Utara selama beberapa dekade dibuat geram oleh latihan militer bersama antara AS dan Korsel. Media negara itu mengritik latihan terbaru yang dikenal sebagai Ulchi Freedom Shield, yang dimulai pada hari Senin (21/8/2023) dan direncanakan berlangsung hingga akhir bulan.
Pyongyang mengancam "akan menghukum kekuatan-kekuatan musuh yang mengancam kedaulatan negara kami," laporan Kantor Berita Resmi Korea Tengah, Korean Central News Agency (KCNA), pada hari Selasa.
Mereka juga menyebut latihan tersebut sebagai awal dari invasi yang bertujuan untuk menjatuhkan para pemimpinnya, sebuah pengulangan yang sering digunakan.
Korut juga mengkritik pertemuan yang diadakan pada hari Jumat (18/6/2023) antara Joe Biden, Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida, dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di tempat peristirahatan presiden AS, Camp David, di pedesaan Maryland. KCNA mengatakan ketiga pemimpin tersebut bertemu "untuk merinci, merencanakan, dan merumuskan provokasi perang nuklir di Semenanjung Korea."
Pertemuan penting ini menghasilkan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi ancaman dari Korea Utara, dengan berbagi informasi tentang peluncuran rudal secara langsung. Selain itu, ketiga negara juga sepakat untuk memperkuat pelatihan militer bersama, yang dalam beberapa bulan terakhir telah mencakup latihan untuk menembak jatuh rudal dan berburu kapal selam.
Sebelumnya, resolusi Dewan Keamanan PBB telah melarang Korut untuk melakukan uji coba rudal balikstik. Tetapi, Pyongyang telah lama mengklaim mereka berhak memiliki program antariksa sipil untuk meluncurkan satelit.
Amerika Serikat dan sekutunya telah memperingatkan bahwa teknologi yang berasal dari program antariksa Korea Utara dapat digunakan untuk mengembangkan rudal balistiknya.
Kim Jong Un sebelumnya telah menyatakan keinginannya menempatkan satelit mata-mata ke orbit untuk mengawasi pasukan AS yang ditempatkan di wilayah tersebut. Meskipun Seoul percaya bahwa satelit semacam itu masih belum sempurna, akan tetapi satelit itu dapat membantu Pyongyang menyempurnakan daftar sasaran mereka saat mengembangkan rudal-rudal baru yang dirancang untuk melakukan serangan nuklir di Korea Selatan dan Jepang.
Diketahui, dua negara tersebut menampung sebagian besar personel militer Amerika Serikat.
Setelah peluncuran satelit Pyongyang gagal pada 31 Mei, Korea Selatan berhasil mengambil satelit mata-mata tersebut dari laut. Hal ini membuat Korsel mendapatkan pandangan langsung tentang kemampuan Pyongyang. Meskipun pada akhirnya, Korsel menyimpulkan bahwa teknologi tersebut memiliki nilai meiliter yang kecil.
Program antariksa Pyongyang telah berkurang selama bertahun-tahun karena negara tersebut secara besar-besaran meningkatkan kemampuannya untuk membangun rudal balistik antarbenua yang mampu membawa hulu ledak nuklir yang dapat menyerang Amerika Serikat.
(bbn)