Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Selasa (22/8/2023) mengkonfirmasi bahwa proses tersebut akan dimulai pada tanggal 24 Agustus seusai pertemuan panel kabinet.
"Jika tidak ada masalah dengan cuaca dan kondisi laut, kami berharap pembuangan akan dimulai," kata Kishida. "Pemerintah Jepang akan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proposal ini dilaksanakan dengan aman, bahkan jika harus memakan waktu beberapa dekade untuk membuang semua air yang telah diolah."
China dengan keras menentang rencana tersebut dan mengancam akan memperluas pembatasan impor produk-produk perikanan dari Jepang. Sementara perusahaan-perusahaan Jepang, termasuk merek-merek kosmetik, menghadapi boikot konsumen.
Restoran-restoran di Hong Kong telah dengan cepat mencari alternatif pasokan bahan-bahan makanan yang sebelumnya diperoleh dari Jepang.
Lautan "bukanlah tumpahan sampah pribadi Jepang," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, pada bulan Juni.
Protes publik juga terjadi di Korea Selatan, meskipun pemerintah negara tersebut mendukung strategi Jepang.
Setiap masalah akan memiliki "dampak tidak hanya pada tiga negara kita, tetapi semua negara di seluruh dunia," kata Presiden Yoon Suk Yeol pada Jumat (18/6/2023) di Camp David usai melakukan pembicaraan dengan Kishida dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
Jepang terpaksa harus membuang air dalam jumlah yang sangat besar ini karena kapasitas tangki penyimpanan air limbah nuklirnya akan mencapai batas maksimal sekitar awal tahun depan.
Selain itu, jika lokasi tersebut sepenuhnya ditutup, menjadi tidak memungkinkan bagi Jepang untuk menambah lebih banyak tangki besar. Pengeluaran air pendingin dari pembangkit nuklir juga merupakan praktik umum dalam industri tersebut.
"Pengeluaran terkontrol dan bertahap dari air yang telah diolah" ke Samudera Pasifik "akan memiliki dampak radiologi yang sangat kecil pada manusia dan lingkungan," kata Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) bulan lalu, memberikan persetujuan untuk proposal Jepang setelah tinjauan keamanan selama dua tahun.
Tingkat radiasi di Fukushima telah menurun selama satu dekade terakhir, sehingga pengunjung tidak lagi diharuskan mengenakan pakaian pelindung seluruh tubuh. Akan tetapi, para tamu masih harus membawa dosimeter dan mengenakan pakaian lengan panjang, kacamata, masker, dan sarung tangan. Tepco juga meminta orang-orang yang mengakses lokasi tersebut menjalani pemindaian untuk memeriksa radiasi tubuh sebelum dan setelah kunjungan mereka.
Sebuah tur di fasilitas tersebut diadakan bulan lalu. Hal itu merupakan bagian dari upaya Tepco untuk merespon kekhawatiran tentang rencana pembuangan air limbah. Menurut Junichi Matsumoto, kepala petugas perusahaan untuk sistem pengelolaan air sistem pemrosesan cairan canggih, Tepco telah menyajikan bukti-bukti mendukung guna mengurangi kekhawatiran publik.
"Kami menyadari bahwa orang-orang punya berbagai pendapat tentang rencana ini," katanya kepada wartawan di lokasi tersebut.
Proses yang akan dilakukan selama sekitar 30 tahun ke depan untuk melepaskan air yang telah diolah sekitar 1 kilometer dari garis pantai, terdiri dari empat langkah dasar. Yaitu, pengukuran dan konfirmasi, transfer, pelarutan, dan pelepasan.
Air dipompa masuk ke fasilitas dan digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak. Sekitar 130 meter kubik cairan, yang juga mencakup air hujan dan air tanah, menjadi terkontaminasi setiap hari setelah kontak dengan puing-puing bahan bakar nuklir.
Cairan tersebut lantas dipompa keluar dan diproses melalui sistem pengolahan cairan canggih, atau ALPS. Sistem tersebut menggunakan serangkaian reaksi kimia untuk menurunkan kadar konsentrasi 62 radionuklida.
Proses ini tidak dapat sepenuhnya menghilangkan tritium, atau bentuk hidrogen lemah radioaktif. Untuk dapat menjadi karsinogenik tingkat tinggi, manusia perlu menelan miliaran satuan becquerel, sebuah ukuran untuk radioaktivitas, sebelum dampaknya terlihat pada kesehatan. Namun air yang dilepaskan oleh Tepco akan memiliki konsentrasi kurang dari 1.500 becquerel per liter.
Setelah pengolahan awal, serangkaian pengukuran kadar radionuklida pertama dilakukan sebelum air dipindahkan ke wadah untuk dicampur dan disirkulasikan selama 144 jam. Perusahaan analisis independen Kaken Co. dan Badan Energi Atom Jepang kemudian memulai proses pengujian lebih lanjut yang berlangsung sekitar dua bulan.
Dilain pihak, China mengeluh bahwa IAEA tidak mengevaluasi efektivitas jangka panjang peralatan penyaringan Jepang tersebut. Mereka juga berpendapat bahwa limbah dari kecelakaan nuklir, bukan dari operasi pembangkit listrik biasa, sebelumnya tidak pernah ditangani dengan cara ini.
"Kami berharap masyarakat dapat diyakinkan oleh fakta bahwa proses ini memerlukan waktu yang lama" agar air yang diolah dapat memenuhi protokol yang berlaku, kata Kenichi Takahara, komunikator risiko berbasis di Fukushima untuk Tepco kepada wartawan selama kunjungan bulan lalu.
Proses ini juga sengaja dilakukan dengan lambat, karena Tepco hanya mampu membuang sekitar 500 meter kubik air yang diolah per hari. Jumlah tersebut merupakan sebagian kecil dari 510.000 meter kubik air laut yang masuk ke fasilitas itu setiap 24 jam.
Pada bagian pengenceran, Tepco mengatakan ada tiga pompa besar menarik air laut yang dicampur dengan cairan yang diproses untuk memastikan konsentrasi tritium berada "jauh di bawah" pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang dan WHO. Pada saat proses selesai, air yang diolah akan sudah diencerkan lebih dari 350 kali.
Cairan yang telah diencerkan itu kemudian akan dipindahkan ke tangki, yang sebagian berada di bawah tanah, untuk pengambilan sampel lebih lanjut. Pada langkah berikutnya, air mengalir melalui tangki yang lebih dalam dan masuk ke terowongan pembuangan yang membentang sejauh satu kilometer di dasar laut. Sebuah pipa, yang dibangun kira-kira 12 meter di bawah permukaan laut lantas akan mengalirkan air tersebut ke Samudera Pasifik.
Bagi Kishida, yang popularitasnya sedang menurun, mengurai kekhawatiran domestik dan internasional tentang proses ini menjadi sangat penting. Terutama saat Jepang juga berusaha meningkatkan ketersediaan energi dengan menghidupkan kembali reaktor nuklir negara tersebut.
"Pemerintah Jepang, termasuk saya sendiri, akan terus memberikan penjelasan dan informasi yang sangat transparan," kata Kishida selama kunjungannya ke Fukushima pada hari Minggu (20/8/2023).
Tujuannya adalah menggunakan "setiap kesempatan untuk memberikan pemahaman, tidak hanya di China, tetapi juga untuk masyarakat internasional."
(bbn)