Logo Bloomberg Technoz

Menguji Kepercayaan Diri BI Kala Transaksi Berjalan Mulai Terseok

Ruisa Khoiriyah
22 August 2023 15:35

Ilustrasi Rupiah. (Brent Lewin/Bloomberg)
Ilustrasi Rupiah. (Brent Lewin/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Defisit transaksi neraca pembayaran RI pada kuartal II-2023 akibat dua komponen pendukung yakni transaksi berjalan dan transaksi keuangan yang sama-sama terperosok minus. Hal itu ibarat membunyikan alarm keras bagi Bank Indonesia (BI) yang tengah menghadapi ujian mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dari tekanan pelemahan lebih dalam.

Sinyalemen berulang dari Gubernur BI Perry Warjiyo yang menyebut akan tetap mempertahankan BI7DRR di level saat ini, sehingga berpotensi menyejajarkan bunga acuan Indonesia dengan bunga acuan AS di posisi 5,75% pada sisa tahun ini, menerbitkan kekhawatiran baru bahwa Indonesia belum cukup siap menghadapi dampak lebih lanjut dari turbulensi ketidakpastian global dengan episentrum di Amerika dan China.

Nilai tukar rupiah telah melemah 4% sejak tren penurunan dimulai pada Mei, dan beberapa pekan terakhir semakin memburuk dengan berlanjutnya aksi jual pemodal di pasar surat utang yang melambungkan tingkat imbal hasil SUN ke level tertinggi sejak November tahun lalu.

Sebagian analis menilai, sudah waktunya bagi Bank Indonesia kembali menaruh opsi kenaikan bunga acuan BI7DRR di atas meja, agar dampak tak terkendali dari sikap menahan diri yang berisiko semakin menyeret depresiasi nilai tukar dapat dimitigasi.

Hari ini Bank Indonesia melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia pada kuartal II-2023 mencatat defisit sebesar US$ 7,4 miliar, nilai defisit terbesar sejak kuartal I-2020. Pada kuartal sebelumnya, NPI masih mampu mencetak surplus US$ 6,5 miliar, tertinggi sejak kuartal III-2021.