Sentimen pemberat pergerakan rupiah lainnya datang dari pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang akan terus mendorong statement bahwa dia tidak akan mengubah kebijakannya sampai inflasi mereda secara signifikan. Suku bunga bakal tetap tinggi untuk beberapa waktu ke depan (Higher for Longer).
Sentimen lainnya datang dari Bank Indonesia (BI) yang melaporkan cadangan devisa (Cadev) per akhir Januari 2023 sebesar US$ 139,4 miliar, naik US$ 2,2 miliar dari bulan sebelumnya. Pada keterangan BI, peningkatan posisi cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah, serta penerimaan pajak, dan jasa.
Jika mencermati pernyataan tersebut, tumbuhnya cadangan devisa karena penerbitan global bond. Di mana pada 5 Januari 2023 kemarin pemerintah Indonesia menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi mata uang asing sebesar US$ 3 miliar (setara dengan sekitar Rp 45 triliun) dengan tenor 5, 10, dan 30 tahun dengan format SEC-Registered.
Kemudian sentimen lainnya datang dari pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono, yang memaparkan setidaknya ada dua hal penting yang harus diwaspadai pada 2023. Pertama adalah harga komoditas ekspor utama Indonesia yang kini cenderung turun. Faktor kedua adalah menjaga inflasi. Dengan catatan saat ini inflasi masih bertahan di level tinggi.
Di samping itu, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2022 tumbuh 5,01%. Pertumbuhan ini cenderung melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,73%.
Kondisi rupiah terdepresiasi ini membawa dampak yang kurang baik kepada para emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) khususnya kepada emiten yang memiliki utang dalam berdenominasi dolar AS antara lain, PT Modernland Realty Tbk (MDLN), dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN).
Sebaliknya, emiten yang memiliki pendapatan dalam nilai mata uang dolar AS akan diuntungkan, terutama kepada emiten yang berorientasi pada ekspor. Contohnya adalah emiten yang bergerak dalam sektor batu bara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Harum Energy Tbk (HRUM).
(fad/aji)