Berdasarkan pantauan di pasar jelang tengah hari ini, yield Surat Utang Negara tenor pendek 2 tahun melanjutkan kenaikan di posisi 6,194%, memperpanjang reli dalam empat hari terakhir.
Sementara surat utang Amerika US treasury tenor yang sama juga terus naik ke level 4,996% setelah kemarin sempat meroket ke 5%.
Bank Indonesia akan terus mempertahankan kebijakan moneter yang fokus pada stabilitas untuk memitigasi rambatan ketidakpastian global tahun ini dan tahun depan. Kebijakan moneter akan dijalankan melalui bunga acuan yang dilengkapi dengan upaya menstabilkan nilai tukar rupiah dan memastikan kecukupan suplai dolar AS di pasar.
Di sisi lain, kebijakan makroprudensial akan tetap dijalankan untuk mendukung pertumbuhan kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi.
Perry menegaskan, tidak ada keharusan dan kebutuhan untuk mengikuti langkah the Fed yang menaikkan bunga acuan.
Kamis pekan ini, Bank Indonesia akan menggelar Rapat Dewan Gubernur yang diprediksi akan menghasilkan keputusan mempertahankan lagi BI7DRR di level 5,75% untuk tujuh bulan berturut-turut.
Dalam pernyataan terakhir usai mengumumkan hasil RDG bulan lalu, Perry memperkirakan bank sentral Amerika Federal Reserve akan menaikkan bunga acuan sampai ke level 5,75% di sisa tahun ini. Itu akan mengantarkan tingkat bunga acuan Amerika (FFR) berada di posisi yang sama dengan Indonesia, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Akan tetapi, Bank Indonesia memberi sinyalemen tegas bahwa level bunga acuan yang sama itu tidak otomatis membuat bank sentral terdesak untuk merespon dengan kenaikan BI7DRR lagi agar selisih imbal hasil dengan Amerika tetap lebar.
"Penentuan suku bunga acuan diputuskan berdasarkan perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi domestik. Inflasi kita rendah, pertumbuhan ekonomi cukup baik sehingga, ya sudah, 5,75% sudah pas, konsisten. Bila FFR naik bagaimana? Jamunya apa kalau bukan suku bunga? Jamu BI bukan hanya suku bunga makanya kita pakai jamu stabilisasi nilai tukar melalui intervensi, twist operation maupun triple intervention," jelas Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (25/7/2023).
Pernyataan itu keluar di tengah situasi yang memberi alasan BI untuk cukup percaya diri. Dengan nilai cadangan devisa per akhir Juni lalu masih di kisaran US$ 137,5 miliar dan kini per akhir Juli nilainya bahkan meningkat menjadi US$137,7 miliar.
Akan tetapi, transaksi berjalan yang kembali mencatat defisit lebih besar ketimbang perkiraan, mungkin akan menjadi perhatian besar Bank Indonesia.
Per akhir kuartal II, BI mencatat nilai defisit transaksi berjalan mencapai US$1,9 miliar atau setara 0,5% dari Produk Domestik Bruto. Nilai defisit itu lebih besar ketimbang perkiraan para ekonom yang semula memprediksi hanya sekitar US$200 juta.
-- dengan laporan Grace Sihombing dan Claire Jiao dari Bloomberg News.
(rui/dba)