Kini, setelah misi tersebut berakhir dengan kegagalan, laporan media China tentang tabrakan tersebut sangat sedikit. Seperti kantor berita resmi Xinhua yang hanya mengeluarkan berita singkat berisi lima kalimat pada Minggu (20/8/2023).
"Kegagalan ini diperkirakan meruntuhkan ambisi Rusia," tulis Hu Xijin, mantan editor Global Times yang dikendalikan Partai Komunis, dalam sebuah opini di surat kabar tersebut. Dia menambahkan, "barat seharusnya tidak meremehkan Rusia hanya karena kegagalan progam bulan Rusia."
Luna-25 adalah pesawat antariksa Rusia pertama yang mencoba mendarat di bulan sejak runtuhnya Uni Soviet.
"Kita harus belajar banyak hal lagi," kata sejarawan antariksa Alexander Zheleznyakov kepada grup media swasta Rusia RBC. "Kita harus belajar bagaimana terbang dengan percaya diri ke bulan, mendarat dengan percaya diri di permukaannya. Setelah itu, kita bisa melanjutkan dengan implementasi rencana megah sendiri, baik dengan China atau dengan negara lain."
Bruce McClintock, pemimpin RAND Space Enterprise Initiative dan peneliti kebijakan senior di RAND Corp mengatakan program antariksa Rusia selama ini bergerak stagnan karena korupsi, pengelolaan yang buruk, dan sanksi.
"Bagi Rusia, insiden ini sangat buruk," katanya. "Ini adalah kesempatan mereka yang sangat dinantikan, dan dapat menjadi kesempatan terakhir, untuk mendapatkan kredibilitas dalam eksplorasi luar angkasa."
Sejak invasi Ukraina pada Februari tahun lalu, media China telah meremehkan peran Rusia dalam pangkalan bulan tersebut.
Berbeda dengan Rusia, China berhasil dalam upayanya untuk mencapai bulan lebih cepat dari yang lain. China menjadi negara pertama yang mendaratkan pesawat antariksa di bagian terjauh bulan pada tahun 2019. Lebih dari empat tahun kemudian, rover lunar Yutu-2 dari misi tersebut masih aktif.
Pavel Luzin, seorang rekan senior Jamestown Foundation dan peneliti kebijakan luar angkasa mengatakan di balik layar, China sudah mengakui bahwa Rusia memiliki nilai terbatas sebagai mitra luar angkasa.
"China tidak tertarik untuk berkerja sama dengan Rusia karena Rusia tidak dapat memberikan apa pun kepada China," katanya.
Rusia bermaksud untuk mensinkronkan misi bulan mereka dengan China untuk memnafaatkan sumber daya yang lebih efisien saat kedua negara membangun pangkalan bersama di kutub selatan bulan. Namun Luzin berkata, hal itu tidak lagi menjadi pilihan.
"Pada awalnya ada peluang untuk sinkronisasi, tetapi saat ini hal tersebut tidak mungkin," kata Luzin.
Kegagalan Rusia memberikan peluang bagi rival terbesar China di Asia, India, yang sekarang memiliki kesempatan untuk menjadi yang pertama mendarat di kutub selatan bulan. Chandrayaan-3 India, yang diluncurkan bulan lalu, dijadwalkan akan mendarat di bulan paling cepat Rabu (23/8/2023) ini.
Keberhasilan tersebut akan menjadi pertanda perubahan nasib program luar angkasa Rusia dan India. Karena, kata McClintock, belum lama ini Delhi bergantung pada partisipasi dengan program Luna sebagai cara terbaiknya untuk mencapai bulan.
"India telah melanjutkan dengan program luar angkasa mereka sendiri," katanya.
Akan tetapi, Mark Hilborne, dosen di Departemen Studi Pertahanan di King's College London, mengatakan China tidak akan menyerah dalam semua bentuk kerjasama luar angkasa dengan Rusia, karena Moskow dapat membantu dalam pengembangan sistem peringatan dini rudal berbasis luar angkasa.
Sementara dalam bidang eksplorasi luar angkasa yang lebih umum, "China mungkin, paling tidak, secara terbuka akan menekankan kerjasama dengan Rusia dalam tingkat yang lebih rendah, sebagian karena kecaman internasional atas Ukraina dan kegagalan misi bulan terbaru mereka," katanya.
--Dengan asistensi dari Lucille Liu.
(bbn)