Dalam hal pendapatan juga demikian. Tercatat, pendapatan BUMI mencapai angka US$886,27 juta. Sementara BRMS sepanjang kinerja tersebut membukukan pendapatan US$15,83 juta.
Menelusuri lebih jauh, sumber pendapatan BUMI juga bersumber dari penjualan batu bara, penjualan emas, serta jasa pertambangan. Sementara BRMS hanya terbatas ke pada penjualan emas dan jasa pertambangan saja.
Bersamaan dengan pencapaian tersebut, aset BUMI juga lebih berlimpah, sampai dengan 30 Juni 2023 mencapai US$4,36 miliar dengan catatan aset properti pertambangan senilai US$1,56 miliar. Liabilitas BUMI juga kian efektif menjadi US$1,52 miliar dari sebelumnya US$1,66 miliar pada 31 Desember 2022.
Sementara aset BRMS hanya sebesar US$1,09 miliar, dan catatan properti pertambangan sejumlah US$230 juta. Liabilitas BRMS justru meningkat 7,7% menjadi US$134 juta dari sebelumnya US$125 juta.
Ekuitas BUMI sampai dengan 30 Juni 2023 stabil pada raihan US$2,83 miliar dibandingkan posisi akhir Desember 2022 sebesar US$2,81 miliar. Senada, ekuitas BRMS tercatat sejumlah US$960 juta dibandingkan posisi sebelumnya sebesar US$955 juta.
Senior Research Analys Robertus Yanuar Hardy menilai, ia tidak melihat inklusi saham Grup Bakrie ke dalam FTSE menjadi sesuatu yang signifikan memperbaiki kinerja harga sahamnya. "Sebab, saham Grup Bakrie masuk ke kategori small cap dan micro cap, sehingga aliran dana yang masuk diperkirakan tidak terlalu signifikan," ujarnya, Senin (21/8/2023).
Di sisi lain, lanjut Robertus, saham Grup Bakrie, termasuk BUMI dan BRMS, masih harus membuktikan diri dengan kinerja yang lebih positif. Terlebih, BUMI masih menyimpan saldo rugi lebih dari US$2 miliar.
(fad/dba)