Para orangtua dan anggota keluarga anak-anak korban gagal ginjal akut menyatakan kekecewaan karena ada sejumlah tergugat yang tak mengindahkan pengadilan. Mereka para orangtua dan anggota keluarga yang sengaja menggunakan kaus berwarna biru tua dengan tulisan "Ku Kira Obat Ternyata Racun #TragediObatBeracun" siang itu. Mereka hanya berharap pada penegakan hukum dan wibawa pengadilan.
Saat keluar dari ruang sidang pengadilan, seorang perempuan pecah tangisnya. Perempuan bernama Safitri Puspaharini menyesalkan betapa pihak yang diminta pertanggungjawabannya tak menghormati pengadilan. Safitri kehilangan anaknya akibat gagal ginjal akut.
"Kenapa kita bersikukuh untuk melakukan gugatan kelas ini karena untuk saat ini mungkin obat yang generik yang dikonsumsi oleh anak kami yang bermasalah. Tapi bukan tidak mungkin di kemudian hari (ada) obat-obat lain," kata Safitri sambil masih terisak di PN Jakarta Pusat pada Selasa siang (7/2/2023).
Menurut dia sebaiknya dalam masa investigasi pemerintah menghentikan sementara peredaran berbagai obat sirup anak hingga memastikan semua produk aman.
"Tapi kita seperti dipersulit aksesnya," katanya.
Sementara Ketua Tim Advokasi Kemanusiaan Korban GGAPA Al Araf mengatakan, sebenarnya pada hari itu mereka ingin menekankan bahwa adanya kasus baru GGAPA yang diumumkan Kemenkes menunjukkan masalah ini jauh dari selesai. Oleh karena itu pemerintah harus mengambil langkah yang serius.
"Artinya sejak bulan November hingga sekarang, sama sekali tidak ada perbaikan di Kementerian Kesehatan, sama sekali tidak ada perbaikan di BPOM. Ini menandakan bahwa pemerintah ini yang kemarin itu lalai, sekarang itu bebal," kata Al Araf usai sidang.
Mengingat kondisi jumlah anak yang terkena GGAPA juga sudah ratusan orang maka status kejadian luar biasa (KLB) seharusnya bisa ditetapkan oleh pemerintah.
Dia mengatakan, permintaan utama korban juga belum dilakukan negara, Kemenkes, BPOM dan juga pihak swasta sampai saat ini. Yang mereka minta utamanya adalah pengungkapan peristiwa. Jadi gugatan class action mereka kata dia bukan hanya ingin memenangkan gugatan. Namun tujuan utamanya untuk membuka peristiwa bagaimana obat yang dinyatakan resmi lalu disebut sudah di uji oleh BPOM, diregistrasi oleh Kemenkes dan lembaga lainnya malah bisa menjadi racun.
"Jadi tujuan utama sidang ini membuka informasi yang benar yang selama ini ditutup-tutupi. Tapi sayangnya, dalam dua persidangan ini belum menggambarkan keseriusan dan pertanggungjawaban, paling tidak untuk membuka informasi," kata pengacara tersebut.
Diketahui gugatan class action dilakukan oleh 25 korban GGAPA yang merupakan orangtua anak baik menjadi korban meninggal maupun korban yang masih dalam kondisi sakit. Ada pula korban yang kembali sembuh namun mengalami kondisi tertentu.
Sementara para pihak tergugat yang hadir di sidang dilaporkan langsung meninggalkan ruang sidang usai sidang ditunda. Mereka tampak beranjak cepat-cepat dan tak menanggapi pertanyaan awak media hingga meninggalkan lokasi PN Jakarta Pusat.
(ezr)