Sebelumnya, Menteri ESDM, Arifin Tasrif memastikan seluruh operasional pertambangan bijih nikel Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk pada Blok Mandiodo disetop. Pemerintah memberikan kesempatan kepada kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus korupsi di lokasi tersebut.
"Ya disetop, dong," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Jumat (11/8/2023).
Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif juga mengatakan, penghentian kegiatan operasi di Blok Mandiodo sebagai bentuk dukungan terhadap penegakan hukum. Hal ini juga membuat pemerintah berharap seluruh proses hukum dan peradilan kasus ini bisa berjalan dengan transparan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, korps Adhyaksa memprediksi potensi kerugian negara dalam kasus korupsi di Blok Mandiodo bisa mencapai Rp5,7 triliun. Kejaksaan juga telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM, Ridwan Djamaluddin, pada Rabu (9/8/2023). Selain Ridwan, ada dua pegawai ESDM yang juga telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, mereka yaitu Kepala Badan Geologi dan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral.
Dalam kasus ini, para tersangka diduga terlibat dalam proses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2022. Dalam dokumen tersebut tercatat RKAB PT Kabaena Kromit Pratama sebesar 1,5 juta metrik ton bijih nikel dan beberapa juta metrik ton bijih nikel milik sejumlah perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo.
Kejaksaan menilai, penerbitan RKAB dilakukan tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan, padahal perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit atau cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan tersebut. Kemudian, penyidik menduga dokumen RKAB tersebut dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam.
Dengan kata lain, nikel yang dihasilkan PT Lawu seolah berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo. Hal ini menyebabkan kekayaan negara berupa bijih nikel milik negara melalui PT Antam justru dikeruk dan dijual PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain.
(ibn/frg)