Latihan bersama Ulchi Freedom Shield yang akan dilangsungkan selama 11 hari dirancang untuk mempersiapkan respons terhadap berbagai ancaman, menggunakan latihan simulasi komputer, latihan lapangan dan latihan pertahanan sipil.
Kepolisian Korea Selatan dan otoritas Amerika Serikat telah menyelidiki serangkaian surel dari pengirim yang mengaku sebagai militer AS yang dikirimkan kepada karyawan Korea Selatan di Angkatan Bersenjata AS di Korsel pada bulan Juli menjelang latihan militer bersama.
Selama beberapa dekade, Korea Utara telah mengutuk latihan bersama sebagai persiapan untuk invasi. Rezim Kim Jong Un dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan provokasinya terhadap latihan tersebut.
Pasukan peretas telah melakukan kejahatan siber selama bertahun-tahun untuk membantu mendapatkan pendanaan untuk senjata dan kampanye phishing, mencari informasi yang dapat berguna bagi Pyongyang.
Serangan datang beberapa hari setelah para pemimpin Amerika Serikat. Korea Selatan dan Jepang mengadakan pertemuan bersejarah di tempat peristirahatan presiden Camp David di pedesaan Maryland, di mana mereka setuju untuk langkah-langkah baru dalam membela diri dari ancaman nuklir dan misil dari Korea Utara.
Langkah-langkah yang dimasksud termasuk pertukaran informasi waktu nyata tentang peluncuran misil dan peningkatan latihan militer bersama di antara ketiga negara tersebut.
Badan Intelejen Korea Selatan memberi tahu anggota parlemen pada pekan lalu bahwa Pyongyang tampaknya sedang bersiap untuk menguji misil balistik antarbenua dan misil-misil lebih kecil yang dirancang untuk membawa senjata nuklir.
Sepanjang tahun ini, Pyongyang telah meluncurkan 24 misil balistik termasuk empat misil antarbenua yang dapat mencapai daratan Amerika Serikat. Rezim Kim Jong Un pada tahun lalu meluncurkan 70 misil balistik, menjadi sebuah rekor bagi negara tersebut.
Menurut laporan firma intelejen blockchain TRM Labs pada minggu lalu tercatat pasukan para peretas Korea Utara telah mengumpulkan sekitar US$200 juta dalam pencurian mata uang kripto sepanjang tahun ini, menyumbang lebih dari seperlima kasus pencurian kripto pada tahun 2023.
Baik Amerika Serikat maupun Korea Selatan telah menuduh rezim Kim Jong Un menggunakan para peretas (hacker) di berbagai belahan dunia untuk mendanai persenjataan negara.
Mereka mengatakan para peretas dapat menghasilkan hingga US$300,000 per tahun di luar negeri—sering kali melakukan dari secara jarak jauh melalui platform lepas dengan menggunakan identifikasi palsu atau curian— dan dapat membantu melancarkan serangan siber dan pencurian mata uang kripto yang membantu Korea Utara dapat menghasilkan kira-kira US$1,7 miliar pada tahun 2022.
(bbn)