Hooyeon Kim and Jon Herskovitz, Bloomberg News
Bloomberg, Kepolisian Korea Selatan melaporkan bahwa para peretas (hacker) Korea Utara mencoba menyusup untuk mendapatkan informasi tentang latihan militer bersama Amerika Serikat-Korea Selatan yang akan dimulai hari Senin besok.
Kepolisian Provinsi Gyeonggi Nambu, Minggu (20/8) mengungkap surel berbahaya telah dikirimkan oleh hacker yang diketahui berada di Korea Utara sejak bulan April tahun lalu kepada karyawan yang bekerja di perusahaan yang terlibat dalam latihan militer. Pada bulan Januari, hacker berhasil menguasai salh satu akun karyawan dan menginstal sebuah kode, tetapi tidak ada indikasi bahwa mereka mendapatkan materi yang sensitif.
Upaya untuk mendapatkan data militer tidak berhasil, tetapi beberapa komputer terkena dampak. Kepolisian Korea Selatan menyimpulkan bahwa kasus ini terkait dengan kelompok peretasan Korea Utara yang dikenal sebagai Kimsuky, telah menggunakan metode yang sama sebelumnya.
Menurut Cybersecurity and Infrastructure Security Agency Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, kelompok Kimsuky fokus pada kegiatan pengumpulan intelijen terkait dengan kebijakan luar negeri dan isu keamanan nasional yang terkait dengan semenanjung Korea.
Latihan bersama Ulchi Freedom Shield yang akan dilangsungkan selama 11 hari dirancang untuk mempersiapkan respons terhadap berbagai ancaman, menggunakan latihan simulasi komputer, latihan lapangan dan latihan pertahanan sipil.
Kepolisian Korea Selatan dan otoritas Amerika Serikat telah menyelidiki serangkaian surel dari pengirim yang mengaku sebagai militer AS yang dikirimkan kepada karyawan Korea Selatan di Angkatan Bersenjata AS di Korsel pada bulan Juli menjelang latihan militer bersama.
Selama beberapa dekade, Korea Utara telah mengutuk latihan bersama sebagai persiapan untuk invasi. Rezim Kim Jong Un dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan provokasinya terhadap latihan tersebut.

Pasukan peretas telah melakukan kejahatan siber selama bertahun-tahun untuk membantu mendapatkan pendanaan untuk senjata dan kampanye phishing, mencari informasi yang dapat berguna bagi Pyongyang.
Serangan datang beberapa hari setelah para pemimpin Amerika Serikat. Korea Selatan dan Jepang mengadakan pertemuan bersejarah di tempat peristirahatan presiden Camp David di pedesaan Maryland, di mana mereka setuju untuk langkah-langkah baru dalam membela diri dari ancaman nuklir dan misil dari Korea Utara.
Langkah-langkah yang dimasksud termasuk pertukaran informasi waktu nyata tentang peluncuran misil dan peningkatan latihan militer bersama di antara ketiga negara tersebut.
Badan Intelejen Korea Selatan memberi tahu anggota parlemen pada pekan lalu bahwa Pyongyang tampaknya sedang bersiap untuk menguji misil balistik antarbenua dan misil-misil lebih kecil yang dirancang untuk membawa senjata nuklir.
Sepanjang tahun ini, Pyongyang telah meluncurkan 24 misil balistik termasuk empat misil antarbenua yang dapat mencapai daratan Amerika Serikat. Rezim Kim Jong Un pada tahun lalu meluncurkan 70 misil balistik, menjadi sebuah rekor bagi negara tersebut.
Menurut laporan firma intelejen blockchain TRM Labs pada minggu lalu tercatat pasukan para peretas Korea Utara telah mengumpulkan sekitar US$200 juta dalam pencurian mata uang kripto sepanjang tahun ini, menyumbang lebih dari seperlima kasus pencurian kripto pada tahun 2023.
Baik Amerika Serikat maupun Korea Selatan telah menuduh rezim Kim Jong Un menggunakan para peretas (hacker) di berbagai belahan dunia untuk mendanai persenjataan negara.
Mereka mengatakan para peretas dapat menghasilkan hingga US$300,000 per tahun di luar negeri—sering kali melakukan dari secara jarak jauh melalui platform lepas dengan menggunakan identifikasi palsu atau curian— dan dapat membantu melancarkan serangan siber dan pencurian mata uang kripto yang membantu Korea Utara dapat menghasilkan kira-kira US$1,7 miliar pada tahun 2022.
(bbn)