Dalam kesempatan itu Jokowi mengatakan penegak hukum harus memproses korupsi tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih. Pemerintah kata dia selalui mengikuti berbagai indeks yang mengukur kualitas negara termasuk IPK tahunan seperti yang dikeluarkan oleh TI tersebut. Jokowi bahkan merinci seperti Indeks Demokrasi Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi, Indeks Negara Hukum dan Global Competitivenes Index.
"Dan indeks persepsi korupsi yang diterbitkan beberapa hari yang lalu menjadi masukan bagi pemerintah dan juga bagi aparat penegakan hukum untuk memperbaiki diri," kata Jokowi lagi.
Sementara Ketua KPK Firli Bahuri yang turut hadir dalam konferensi pers menjelaskan bahwa KPK juga terus melakukan pemberantasan korupsi dengan gencar baik melalui pencegahan maupun penindakan. KPK kata dia juga terus melakukan penindakan yang proporsional dalam rangka pengembalian kerugian negara atau asset recovery.
Bahwa itu akan mempengaruhi apa investasi di Indonesia saya kira tidak karena apa investor yang dihitung kan untungnya gede atau enggak gede
Jokowi
Dalam hal asset recovery kata Firly, pada 2022 KPK sudah berhasil mengembalikan asset recovery sebanyak Rp 575 miliar. Angka itu lebih dari target Rp 104 miliar yang ditetapkan oleh RPJMN. Sementara itu terkait beberapa perkara tersangka yang masih dalam pencarian kata dia awalnya ada 21 orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun dari 21 orang tersebut sudah ditangkap 17 orang.
"Sehingga sekarang masih ada 4 orang lagi, teranyar ada IAH yang kita tangkap di Aceh dan sekarang sedang menjalani proses hukum. Sementara 4 orang lagi antara lain HM, RHP, PT dan KK ini kita sedang lakukan pengejaran," lanjut Firly.
Diketahui IPK atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia anjlok 4 poin pada 2022 menjadi 34 dari 38 dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan rilis Transparency International Indonesia (TII), skor IPK Indonesia anjlok akibat adanya 4 indikator yang turun dari 8 indikator yang digunakan. Salah satunya yakni terjadi dalam Political Risk Service (PRS) International Country Risk yang turun drastis hingga 13 poin yakni dari 48 poin pada 2021 menjadi 35 poin di 2022.
“Bandingkan dengan PRS (Political Risk Service), dia di tahun 2021 angkanya 48 berarti turun 13 poin itu turut menyumbang CPI kita dari 38 menjadi 34 tahun ini,” kata Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko dalam acara yang sama.
Menurutnya, hal tersebut menjadi pekerjaan besar untuk pemerintah, lembaga politik, para pengusaha, dan juga masyarakat sipil untuk kembali mengejar kembali kenaikan secara maksimal.
Di sisi lain, Wawan juga mengatakan bahwa negara yang mampu melakukan pemberantasan dan pencegahan korupsi ini selaras dengan indeks demokrasinya. Ia menyebut rata-rata IPK negara yang demokrasinya baik ada di angka 70 poin.
(ezr/frg)