Pola startup ini berbeda dengan perusahaan seperti OpenAI, yang mungkin memasukkan semua datanya ke dalam satu program AI yang besar. Mereka akan melalui serangkaian program yang lebih kecil.
“Semut bergerak dan secara dinamis membentuk jembatan sendiri, yang mungkin bukan jembatan terkuat, tetapi mereka bisa langsung melakukannya dan beradaptasi dengan lingkungan,” kata Ha. “Saya pikir pola ini jadi salah satu konsep yang sangat kuat yang kita lihat dalam algoritme alami.”
Ha dan Jones adalah nama-nama besar dalam dunia penelitian AI. Jones, seorang peneliti AI yang berbasis di Tokyo. Ia turut menulis salah satu makalah Google yang paling berpengaruh di bidang ini, “Attention Is All You Need,” yang mendukung banyak produk AI paling populer saat ini.
Ha, juga berbasis di Tokyo. Sebelumnya menduduki posisi kepala penelitian Stability AI. Sebelumnya, ia berfokus pada AI generatif saat bekerja sebagai ilmuwan di Google Brain milik Alphabet Inc. di Jepang. Ha mengatakan belum membangun model AI dan belum memiliki kantor, namun rencana menempati kantor di Tokyo. Perusahaan menolak berkomentar tentang status penggalangan dananya.
Namun, ide-ide yang sedang dikerjakan Sakana sudah lebih mapan. Sebelum keluar dari Google, Ha dan seorang koleganya meluncurkan sebuah proyek yang dijuluki “neuron sensorik sebagai transformator,” dan mengerahkan model AI kecil untuk bekerja sama memainkan sebuah game, daripada menggunakan satu model besar.
Peneliti lain juga mengambil inspirasi cara kerja otak manusia. Istilah “jaringan syaraf tiruan,” misalnya, mengacu pada model AI yang diprogram untuk memproses informasi dengan cara mirip dengan cara kerja otak manusia, yaitu dengan menggunakan metode coba-coba.
“Otak manusia masih bekerja lebih baik daripada AI terbaik kami. Jadi, jelas otak manusia melakukan sesuatu yang benar yang belum kita pahami,” tutur dia.
(bbn)