“Peserta didik disuruh mengantarkan laundry, bayarin laundry, mengantarkan anak, mengurusi parkir. Atau misalnya ada acara dan kekurangan sendok plastik, dia mesti mencari sendok plastik sebanyak 200 pada pukul 12 malam karena ada acara makan-makan di tempat senior. Ada juga jarkom di whatsapp group, prioritas pertama adalah suruhan pribadi, kalau 1 menit tidak dijawab, dicaci maki. Itu kita lihat, kelompok 1 dimana peserta didik dipakai sebagai pembantu pribadi,” ujar Budi dalam Konferensi Pers, Kamis (20/7/2023).
Hampir serupa dengan kelompok pertama, Budi mengatakan, kelompok kedua adalah peserta didik dijadikan sebagai pekerja pribadi. Pada kelompok ini, dokter junior dipaksa untuk mengerjakan tugas para senior, seperti melakukan penelitian dan menyusun jurnal yang tidak berkaitan dengan pendidikan spesialisasi yang tengah diampu.
Terakhir, yang membuat Menkes terkejut, berkaitan dengan uang. Dokter junior yang mengikuti PPDS dipaksa untuk mengumpulkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan juta. Nantinya, uang tersebut akan digunakan untuk kepentingan pribadi dari senior.
“Bisa untuk menyiapkan rumah untuk kumpul-kumpul para senior, kontraknya 1 tahun Rp50 juta, bagi rata dengan juniornya. Atau kalau praktik sampai malam, biasanya RS kasih makan tapi kalau tidak enak, junior harus mengeluarkan Rp5 juta hingga Rp10 juta untuk makan makanan Jepang,” bebernya.
Menurut Budi, praktik ini telah berjalan puluhan tahun namun tidak ada satupun laporan yang diterima oleh pihaknya selama ini. Sehingga Budi menilai secara sistematis terdapat keengganan untuk mengaku bahwa perundungan masih terjadi.
Hal itu pun yang menjadikan Kemenkes memiliki komitmen untuk menghapus rantai perundungan dengan meluncurkan hotline pengaduan. Dalam hotline tersebut, korban perundungan bisa melaporkan dengan dua opsi, yakni menuliskan identitas diri seperti Nama dan NIK atau tanpa identitas sama sekali (anonymous).
“Kami berusaha untuk memutuskan rantai perundungan ini. Selama ini tidak pernah berani disampaikan oleh para junior. Akhirnya ketika jadi senior mereka lakukan hal yg sama, ini yang mau kami putus,” tutup Menteri Budi.
(dov/spt)