Selain itu, kata Airlangga, implementasi B30 telah menghemat devisa negara hingga US$8,34 miliar dan penyerapan 1,3 juta orang tenaga kerja.
“Kita tingkatkan mandatori biodiesel dan ini sebagai subtitusi bahan bakar Solar yang digunakan di mesin diesel, dan juga membawa Indonesia dengan energi yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Adapun, lanjutnya, B35 –yang mulai diterapkan tahun ini– ditargetkan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 34,9 juta ton CO2 dari asumsi penyerapan B35 sebanyak 13,15 juta kl.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menambahkan penggunaan B30 secara nasional dapat menjadi solusi alternatif untuk mengurangi pencemaran cuaca di kota-kota besar.
“Target mencapai NZE [net zero emission] tidak dapat dilakukan oleh Pertamina saja, tetapi membutuhkan peran serta dari seluruh elemen masyarakat. Jika masyarakat turut berperan aktif menggunakan Biosolar, tentunya akan membantu upaya penurunan emisi, khususnya di kota besar seperti Jakarta,” ungkap Fadjar.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi biodiesel Indonesia mencapai 11,84 juta kiloliter (kl) pada 2022, naik 15,38% dari 2021 yang sejumlah 10,26 juta kl. Dari realisasi produksi tahun lalu tersebut, volume biodiesel yang diekspor sebanyak 371.000 kl, sedangkan lebih dari 10 juta kl lainnya untuk pasar dalam negeri.
Sekadar catatan, produksi biodiesel di Indonesia tidak ‘disubsidi’ oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan dari dana pungutan ekspor minyak kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24/2016 tentang Penghimpunan Dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Adapun, nominal dana kelolaan BPDPKS sampai dengan semester I-2023 telah mencapai sekitar Rp186,6 triliun, mayoritas untuk mendanai produksi biodiesel.
(wdh)