Seperti yang diwartakan Bloomberg News, sejumlah data terbaru menggambarkan bagaimana pasar tenaga kerja yang kuat dipasangkan dengan kenaikan upah memberikan banyak kesempatan untuk membelanjakan berbagai barang dan jasa.
Konsumen tetap menjadi penopang utama ekonomi AS, sejauh ini terbukti meredam efek resesi dalam menghadapi suku bunga tinggi.
Kemudian, tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, kurang dari satu jam sebelum rilis data ekonomi, Bank Sentral China (People's Bank of China/PBOC) secara mengejutkan menurunkan suku bunga Medium-term Lending Facility (MLF) bertenor satu tahun untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir
“Investor menilai langkah ini sebagai sinyal terkini upaya pemerintah China dalam mengintensifkan pelonggaran kebijakan moneter untuk menopang aktivitas ekonomi,” jelas Tim Research Phillip Sekuritas.
Suku bunga MLF bertenor 1 tahun dipangkas sebesar 15 bps menjadi 2,5% dari sebelumnya 2,65%. Langkah ini membuka jalan bagi penurunan suku bunga Loan Prime Rate (LPR) pada minggu depan.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli dengan ekspor mengalami kontraksi. BPS memaparkan, nilai ekspor Indonesia pada Juli US$20,88 miliar, turun 18,03% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (year-on-year/yoy). Sementara secara bulanan (month-to-month/mtm), ekspor tumbuh 1,36%.
Kemudian, nilai impor Indonesia pada Juli sebesar US$19,57 miliar, kontraksi -8,32% yoy. Secara bulanan impor naik 14,1% mtm. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$1,31 miliar.
Ini menjadikan pencapaian surplus selama 39 bulan berturut-turut. Kali terakhir Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan adalah pada April 2020 silam.
Sementara itu dari regional, ekonomi Jepang tumbuh lebih cepat dari perkiraan berkat lonjakan angka ekspor. Data yang dirilis Cabinet Office Jepang pada Selasa (15/8/2023) memperlihatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang tumbuh mencapai 6% pada kuartal kedua atau menjadi terkuat sejak kuartalan pada tahun 2020.
Angka ini melampaui perkiraan ekonom untuk pertumbuhan sebesar 2,9%. Data ini menambah tanda-tanda dan optimisme bahwa ekonomi terbesar ketiga di dunia ini terus pulih dari dampak pandemi.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG kembali menguat 0,07% ke 6.915 disertai dengan peningkatan volume pembelian.
“Kami perkirakan, pada skenario terbaiknya (label merah), pergerakan IHSG akan cenderung terkoreksi terlebih dahulu dengan area koreksi terdekat berada rentang 6.863-6.888 untuk membentuk bagian awal wave V,” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (16/8/2023).
Herditya juga memberikan catatan, tetap cermati suport di 6.834, apabila kembali tertembus, maka IHSG akan menuju ke rentang area 6.793-6.800 untuk membentuk wave IV pada label hitam.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, DGIK, DOID, ESSA dan MDKA.
(fad/wep)