Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), total valuasi perniagaan bilateral RI-Peru per Januari—Mei 2023 menembus US$191,8 juta (sekitar Rp2,94 triliun). Nilai itu terdiri atas ekspor RI ke Peru US$158,3 juta dan impor US$33,3 juta. Dengan demikian, RI meraup surplus bilateral senilai US$125,1 juta terhadap negara beribu kota Lima itu.
Secara tren, total perdagangan kedua negara sepanjang 2018—2022 mencatatkan pertumbuhan surplus bagi Indonesia sebesar 21,8%. Adapun, sepanjang 2022, nilai perdagangan keduanya mencapai US$554,5 juta, dengan ekspor RI sebanyak US$442,7 juta dan impor US$111,8 juta.
Dari sisi komoditas, ekspor utama Indonesia ke Peru mencakup kendaraan bermotor, alas kaki, pupuk mineral, biodiesel dan turunannya, serta tisu. Sebaliknya, impor dari Peru didominasi komoditas biji cokelat, pupuk mineral, batu bara, buah anggur, dan ekstraksi sayuran.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menambahkan Peru merupakan mitra dagang nontradisional dengan profil ekonomi yang kuat.
“Selanjutnya, kami harap perjanjian perdagangan Indonesia-Peru CEPA dapat menyusul keberhasilan perjanjian perdagangan Indonesia-Cile CEPA [IC-CEPA] yang sukses menaikkan nilai perdagangan kedua negara, khususnya ekspor Indonesia ke Cile,” ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata Peru Juan Carlos Mathews Salazar berharap IP—CEPA dapat meningkatkan akses pasar produk-produk unggulan masing-masing negara.
“Diharapkan melalui perjanjian ini, kami dapat meningkatkan akses pasar bagi produk-produk unggulan kedua negara dan memperkuat kerja sama dalam berbagai sektor ekonomi dengan Indonesia. Perjanjian ini akan menjadi tonggak bersejarah dalam hubungan ekonomi antara Indonesia dan Peru,” ungkap Juan Carlos.
Sebelum dengan Peru, Indonesia sudah memiliki komprehensif CEPA dengan negara Amerika Latin lainnya, yaitu Cile. Pakta IC-CEPA, dalam koridor perdagangan barang, telah disahkan melalui Peraturan Presiden No. 11/2019.
Indonesia tengah getol merambah pasar-pasar nontradisional seperti Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan guna menopang kinerja ekspor nonmigas dan menjaga momentum surplus neraca perdagangan.
Sampai dengan Juli 2023, BPS mencatat neraca dagang RI masih surplus US$1,31 miliar terutama dari sektor nonmigas US$3,22 miliar. Namun, surplus itu tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,91 miliar. Bagaimanapun, RI berhasil mencatatkan rekor surplus dagang selama 39 bulan berturut-turut.
Hari ini, BPS juga melaporkan nilai ekspor Indonesia Juli 2023 mencapai US$20,88 miliar atau naik 1,36% secara month to month (mtm), tetapi anjlok 18,03% secara year on year (yoy).
Ekspor nonmigas bulan yang sama mencapai US$19,65 miliar, naik 1,62% mtm, tetapi terpelanting 18,74% yoy. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari—Juli mencapai US$149,53 miliar atau turun 10,27% yoy. Khusus nonmigas, kinerja ekspor Juli juga anjlok 10,76% yoy menjadi US$140,47 miliar.
(wdh)