Logo Bloomberg Technoz

"Padahal putusannya sangat bagus berorientasi pada perubahan kebijakan dan pemerintah enggak rugi apa pun, enggak harus merasa malu. Bahwa warga negara terdampak ada yang mimisan, ada anaknya yang mengalami dampak ISPA. Putusannya oke tetapi malah dibanding (kasasi) lagi oleh pemerintah," kata Abdul Ghofar saat dihubungi Senin malam (14/8/2023).

Menurut catatan WALHI, polusi di Jakarta memang yang terburuk dan hal tersebut sudah terjadi dalam 15 tahun lamanya. Mirisnya hanya direspons pemerintah khususnya jika buruknya sudah menonjol dan tidak sedang musim hujan. Padahal masalah yang sama muncul setiap tahun.

Dia mengatakan, yang diminta oleh penggugat dalam hal ini Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (IBUKOTA) meminta agar pemerintah secara kolaboratif menyelesaikan masalah polusi. Hal itu harus dilakukan antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK dan Kementerian Kesehatan juga Kementerian Dalam Negeri dengan membuat kajian yang akan berbuah pada kebijakan yang efektif. 

Ghofar mempertanyakan apakah sejumlah solusi dan intervensi untuk mengatasi kualitas udara buruk yang disampaikan Presiden Jokowi kemarin sudah berdasarkan kajian.

"Pertama dia harusnya berangkat dari kajian komprehensif mulai melihat inventaris yg tercemar, kemudian bikin rencana. Kalau tidak ada kajian komperhensif, kalau tidak ada grand desain pengendalian pencemaran udara maka solusi-solusi ini kan parsial aja, jadi respons yang sporadis," tambahnya.

Suasana gedung perkantoran yang diselimuti polusi di Jakarta, Senin (7/8/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Diketahui Jokowi meminta agar para pembantunya melakukan solusi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk mengatasi polusi parah Jabodetabek. Dalam rapat tersebut, Jokowi tak menampik bahwa salah satu penyebab kualitas udara buruk yakni industri dan sumber energi batu bara.

"Juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur,” kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas, Jakarta, Senin (14/8/2023).

Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyinggung bukan PLTU yang menyebabkan udara memburuk banyaknya kendaraan yang menjadi biang kerok polusi Jakarta. 

"Dalam catatan kami per 2022, itu ada 24,5 juta kendaraan bermotor dan 19,2 juta lebih itu sepeda motor," kata Siti.

Diketahui pada Agustus 2023 ini, kualitas udara Jakarta semakin mengkhawatirkan. Dua bulan terakhir, Jakarta sempat menempati urutan pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi situs IQAir. Dari situs tersebut tampak bahwa indeks kualitas udara di Jakarta berada pada level 124 AQI US dengan polutan utama udara adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 45 ug/m3 pada Selasa (8/8/2023) lalu. Nilai ini 9 kali lebih tinggi dibandingkan standar kualitas ideal WHO yang memiliki bobot konsentrasi PM 2,5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.

Adapun solusi-solusi jangka pendek-menengah-panjang yang akan dilakukan pemerintah antara yakni penerapan bekerja dari rumah alias work from home (WFH) yang akan dimulai oleh pegawai DKI Jakarta. Kemudian penerapan kebijakan Euro 5 dan 6, menambah ruang terbuka hijau (RTH) hingga rencana penerapan kebijakan 4 in 1. 

Enggak efektif juga bagaimana menerapkan WFH kan tak hanya pegawai Pemprov DKI Jakarta. Bagaimana yang untuk swasta karena lebih produktif itu sudah ke kantor.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah

Pada jangka menengah yakni mengurangi kendaraan fosil dan meningkatkan agenda elektrifikasi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga mengatakan bakal mengetatkan pengujian emisi bagi kendaraan.

Jangka panjang yakni mendorong peningkatan penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sekaligus meminta PLN untuk memperbanyak stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).

Namun berbagai solusi yang ditawarkan pemerintah ini menurut pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah terkesan hanya manis di bibir. Langkah pemerintah cenderung hanya reaktif dan politis. Buktinya menurut dia, solusi jangka pendek saja belum tentu efektif melainkan hanya agar terlihat pemerintah merespons.

"Ya mungkin ada political will tapi tak ada political action. Enggak efektif juga bagaimana menerapkan WFH kan tak hanya pegawai Pemprov DKI Jakarta. Bagaimana yang untuk swasta karena lebih produktif itu sudah ke kantor. Swasta kaitan dengan produktivitas semua itu ada di kantor kalau disuruh dari rumah pemerintah menjamin apa kalaupun mau solusi maka harus ada peraturan," kata Trubus lewat sambungan telepon pada Selasa pagi (15/6/2023).

Apabila pemerintah ingin memperbaiki kualitas udara kata dia maka seharusnya tak kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun dia mengakui bahwa kebijakan untuk melindungi lingkungan memang tidak mendatangkan banyak uang alias cuan. Kebijakan seperti ini cenderung akan menghabiskan anggaran meskipun hasil keberlanjutan lingkungan yang akan dituai. Sayangnya hal itu tampak tidak menjadi prioritas.

"Apalagi bagaimana ada jangka menengah dan jangka panjang itu bagaimana orang dia (Jokowi memerintah) tinggal satu tahun itu. Harusnya patuh pada aturan itu yang terjadi tapi malah seperti kebakaran jenggot. Sekarang disalah-salahkan orang yang pakai roda dua. Kementerian Lingkungan Hidup harusnya tanggung jawab karena bagian tupoksi (tugas pokok dan fungsi)," ujar Trubus lagi.

Dia menyarankan, yang paling sederhana yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kualitas udara saat ini adalah mengetatkan uji emisi kendaraan. Hal itu diketahui diatur dengan Pergub DKI Nomor 66 Tahun 2020 tentang tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor sayangnya selama ini dilaksanakan dengan tidak serius.

(ezr)

No more pages