Program biodiesel pun membutuhkan dana relatif cukup besar yang dimanfaatkan untuk menutup selisih dengan harga solar yang dikalikan dengan volume biodiesel itu sendiri.
“Volumenya pun dari tahun ke tahun meningkat, harga pun demikian juga. Harga biodiesel atau sawit ini relatif lebih tinggi daripada harga solar sebagai fossil fuel, sehingga dampaknya dana relatif lebih besar yang diperlukan untuk biodiesel,” bebernya.
Eddy menampik stigma yang beredar bahwa dana sawit saat ini lebih diprioritaskan untuk pengembangan biodiesel. Menurutnya, pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan masing-masing program.
BPDPKS pun sudah mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan, salah satunya untuk program peremajaan sawit. Namun, penyerapan dana untuk alokasi program peremajaan sawit relatif lebih rendah karena ketidaksiapan dari para pekebun untuk memenuhi persyaratan dari peremajaan sawit rakyat.
Per semester I-2023, dana kelolaan BPDPKS dari hasil pungutan ekspor mencapai Rp15,44 triliun, di mana lebih dari 80% dialokasikan untuk membiayai program biodiesel.
(dov/wdh)