Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan, proporsi terbesar dana kelolaannya saat ini dikucurkan untuk membiayai pengembangan bahan bakar nabati yang berasal dari sawit dalam bentuk biodiesel.

Hal ini terjadi karena program biodiesel membutuhkan dana yang relatif cukup besar yang dimanfaatkan untuk menutup selisih antara harga dengan solar yang dikalikan dengan volume biodiesel itu sendiri.

“Volumenya pun dari tahun ke tahun meningkat, harga pun demikian. Harga biodiesel atau sawit ini relatif lebih tinggi daripada harga solar sebagai fossil fuel, sehingga dampaknya dana relatif lebih besar yang diperlukan untuk biodiesel,” ujar Eddy di acara Advokasi Sawit dan Peluncuran Buku Mitos vs Fakta Sawit Edisi 4, Senin (14/8/2023).

Hal itu pun memunculkan stigma bahwa BPDPKS lebih condong 'memihak' kepada pengusaha-pengusaha sawit yang bergerak di badan penyediaan atau pemanfaatan program biodiesel. Eddy menilai, pengalokasian dana tersebut didasarkan pada kebutuhan masing-masing.

Selain karena kebutuhannya yang besar, biodiesel mendapatkan proporsi anggaran terbesar karena program ini dinilai sangat penting untuk menjaga stabilitas harga sawit nasional dan keberlanjutan industri sawit.

Per semester I-2023, dana kelolaan BPDPKS dari hasil pungutan ekspor mencapai Rp15,44 triliun, di mana lebih dari 80% dialokasikan untuk membiayai program biodiesel.

Program biodiesel sengaja diinisiasi oleh pemerintah untuk menciptakan pasar domestik dalam rangka menyerap produksi sawit yang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan adanya penyerapan tersebut, stabilitas harga sawit bisa lebih dijaga.

Terlebih, selama ini industri sawit Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasar ekspor sehingga pergerakan harga ditentukan oleh pasar-pasar di luar negeri. 

Stabilitas harga sawit nasional pun semakin terjaga karena volume program mandatori biodiesel makin meningkat dari tahun ke tahun. Eddy menambahkan, sekitar 12,9 juta metrik ton telah dialokasikan untuk kebutuhan biodiesel, meningkat dari alokasi di tahun 2022 sebesar 9 juta metrik ton.

“Begitu besar serapan dari biodiesel itu tadi sehingga memberikan dampak positif terhadap stabilisasi harga sawit di dalam negeri,” tuturnya.

Kendati demikian, Eddy menampik stigma yang beredar bahwa dana sawit saat ini lebih diprioritaskan untuk pengembangan biodiesel. Menurutnya, pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan masing-masing program.

BPDPKS pun sudah mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan, salah satunya untuk program peremajaan sawit. Namun, penyerapan dana untuk alokasi program peremajaan sawit relatif lebih rendah karena ketidaksiapan dari para pekebun untuk memenuhi persyaratan dari peremajaan sawit rakyat.

“Persyaratan misalnya, harus clean and clear, tidak berada di kawasan hutan, tidak terjadi tumpang tindih lahan dengan hak-hak pertanahan lainnya, bisa membentuk suatu organisasi kelembagaan dalam bentuk gabungan kelompok tani ataupun koperasi. Nah, persyaratan-persyaratan yang diatur dalam regulasi ini belum bisa sepenuhnya dipenuhi oleh para pekebun-pekebun kita,” tutupnya. 

(dov/wdh)

No more pages