Logo Bloomberg Technoz

“Pembukaan lagi ekonomi China mungkin akan menyokong permintaan komoditas, tapi tren ke depan masih akan melemah seiring prospek kenaikan pasokan dan menurunnya permintaan dari Barat,” jelas Faisal Rahman, Ekonom Bank Mandiri, Senin sore (6/2/2023).

Sunarsip, Principal and Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, berpendapat sedikit berbeda. Tren penurunan harga komoditas mungkin akan lebih rendah dibanding harga 2021 dan 2022. Namun, sejatinya harga komoditas tahun ini masih di level tinggi bahkan bisa lebih tinggi dibanding 2019, sebelum krisis pandemi meletus. Pemicunya, menurut Sunarsip, permintaan tinggi masih akan datang dari China, India dan negara-negara Asia umumnya. 

Selain itu, windfall komoditi yang selama ini dinikmati Indonesia, dalam catatan Sunarsip itu belum seluruhnya terdistribusikan atau ditransmisikan menjadi pertumbuhan ekonomi. “Windfall belum membuat masyarakat membelanjakan keuntungannya, pun halnya pemerintah juga belum membelanjakan windfall pajak melalui konsumsi pemerintah,” kata dia.

Jadi, kendati pada 2023 ini rezeki durian runtuh dari komoditi berkurang, ia memprediksi hal itu tidak akan mempengaruhi pemulihan PDB 2023 yang akan banyak disokong pulihnya konsumsi rumah tangga dan membaiknya dunia usaha. 

Perlu Diversifikasi

Ketika dunia tiarap akibat inflasi tinggi pandemi dan perang Ukraina, Indonesia termasuk yang menikmati berkah durian runtuh karena dua tersebut telah melesatkan harga komoditi. Namun, seiring sudah jinaknya pandemi, Indonesia tidak bisa lagi terlena terus dengan keberuntungan harga komoditas.

“Indonesia perlu melakukan diversifikasi ekspor karena dari dulu namanya komoditas memang sifatnya cyclical. Sejauh ini, beberapa kebijakan sudah benar arahnya ke sana (diversifikasi),” kata David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). 

Pemerintah beberapa waktu lalu menyetop ekspor beberapa komoditi seperti nikel, bauksit dan yang masih direncanakan yaitu tembaga. Kesemuanya masih dalam satu rangkaian dari kebijakan besar hilirisasi industri di Indonesia. 

Selain itu, sektor pariwisata juga bisa jadi andalan sama halnya industri jasa lain seperti entertainment. Indonesia bisa mencontoh langkah Korea Selatan perihal mengkapitalisasi industri hiburan mereka menjadi penyumbang besar perekonomian. Sejak pencabutan PPKM, jadwal masyarakat memang dipadatkan oleh berbagai acara konser dan festival musik yang selama tiga tahun pandemi terbatasi. Gelombang konser musik itu kemungkinan masih akan berlanjut tahun ini. 

Pada 2022, tren penurunan windfall juga bisa dikompensasi dari kenaikan signifikan dari sektor pariwisata seiring pencabutan PPKM, telah mengundang banyak kedatangan turis asing. Itulah mengapa selama 2022, lapangan usaha yang mencatat pertumbuhan tertinggi adalah sektor akomodasi dan makan minum.

"Ini didorong peningkatan mobilitas masyarakat serta kunjungan wisatawan mancanegara dan lokal," tulis BPS.

Kinerja pertumbuhan menurut lapangan usaha. (Dok. BPS)

Faisal Rahman, Ekonom Bank Mandiri, memperkirakan, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan bergeser dari sektor eksternal ke sektor domestik menyusul laju ekspor yang diperkirakan akan sedikit melemah terimbas pelemahan global 2023. Pembukaan lagi ekonomi China memang akan mengerek permintaan akan tetapi pelemahan harga komoditas global akan berlanjut seturut penurunan permintaan dunia menyusul suplai yang bertambah.

"Kami prediksi perekonomian Indonesia tahun ini akan tumbuh di angka 5,04%," kata Faisal. 

(rui/aji)

No more pages