Di kawasan Asia Tenggara, pelemahan valuta terbesar dipimpin oleh peso Filipina yang terperosok kehilangan 1,1% nilainya sejurus dengan sikap pemodal yang memilih wait and see jelang rapat bank sentral Filipina Kamis pekan ini. Adapun rupiah tercatat melemah kedua terburuk di Asia dengan kehilangan 100 bps hari ini.
BI Guyur Valas
Nilai tukar rupiah terus menghadapi tekanan besar aksi jual pemodal di pasar terpicu keterpurukan sektor properti China dan potensi kenaikan bunga acuan Amerika lebih lanjut di sisa tahun ini.
Tekanan terhadap rupiah terbilang besar sejak Agustus dan mendorong bank sentral lebih agresif menggelar operasi moneter untuk mendukung otot rupiah.
Bank Indonesia agresif mengguyur pasar dengan dolar AS melalui operasi moneter FX Swap jual sejak awal bulan sampai 11 Agustus dengan nilai jual menembus US$3,48 miliar. Angka itu didapatkan dari delapan kali gelar lelang FX Swap.
Dengan acuan kurs tengah BI sebesar Rp15.225/US$ per 11 Agustus lalu, angka itu setara dengan Rp52,98 triliun. Bila dibandingkan dengan nilai transaksi FX Swap jual selama Juli yang sebesar US$2,75 miliar, maka nilai yang dicatat dalam 11 hari bulan ini terbilang besar karena telah melampaui angka penuh bulan lalu.
Berdasarkan data Bank Indonesia, operasi moneter FX swap BI selama Juli mencatat nilai penyerapan bersih hingga US$3,22 miliar, sekitar Rp48,59 triliun. Angka itu berasal dari angka masuk US$5,97 miliar dan angka keluar US$2,75 miliar.
Rupiah kesulitan melawan dominasi dolar Amerika yang menjadi buruan baru para pemodal global yang tersulut aksi jual di pasar surat utang global dan kini saham juga ikut terpukul sell-off.
Para pelaku pasar global menghadapi kekhawatiran yang semakin besar melihat kinerja sektor properti China yang kian terpukul dan memupus optimisme pemulihan ekonomi negeri itu.
Pada saat yang sama, data inflasi harga produsen AS pada Juli yang mencatat rebound diperkirakan akan diikuti pula oleh inflasi indeks harga pengeluaran belanja pribadi (PCE price index) bulan lalu. Dengan data yang menjadi favorit Federal Reserve, bank sentral AS, dalam menentukan kebijakan bunga acuan, potensi kenaikan Fed fund rate (FFR) menjadi kembali besar.
Di pasar swap, para pedagang menaikkan perkiraan kenaikan bunga acuan the Fed pada November dan Desember hingga di atas 30%. Sebulan lalu, angka probabilitasnya baru 26%. Sementara pada FOMC September, the Fed diperkirakan akan menahan bunga acuan di level saat ini di 5,5%.
Berbagai sentimen itu menyulitkan rupiah untuk bangkit dengan aksi pemodal terus menjual surat utang pemerintah RI. Terindikasi dari kenaikan yield atau imbal hasil tenor 10 tahun ke tenor 6,391%.
Di sisi lain, kinerja ekspor diperkirakan akan terus melemah dan akan menyulitkan upaya otoritas mengerek suplai valas di pasar domestik melalui kebijakan devisa hasil ekspor. Badan Pusat Statistik akan melaporkan data kinerja perdagangan Juli pada Selasa esok (15/8/2023).
Selama periode 1-10 Agustus, gelar lelang DHE baru membukukan nilai penawaran masuk US$161,25 juta atau tak sampai Rp3 triliun.
Kepemilikan asing di SBN per 10 Agustus lalu mencapai Rp854,31 triliun, masih belum kembali ke titik tertinggi selama 2023 pada 27 Juli lalu sebesar Rp856,7 triliun.
(rui/aji)