Empat Arahan
Terkait dengan isu tersebut, Jokowi menggarisbawahi empat arahan untuk solusi jangka pendek dan panjang.
Pertama, dalam jangka pendek, Presiden meminta seluruh jajaran terkait untuk secepatnya melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek, seperti rekayasa cuaca hingga ruang terbuka hijau (RTH).
“Rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek, dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi Euro 5 dan Euro 6, khususnya di Jabodetabek. Kemudian perbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran. Dan jika diperlukan kita harus berani mendorong untuk banyak kantor melaksanakan hybrid working: work from office, work from home,” ujarnya.
Kedua, untuk jangka menengah, Jokowi mendesak konsistensi kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal, seperti lintas raya terpadu (LRT) dan moda raya terpadu (MRT).
“Saya kira bulan ini LRT segera dioperasionalkan, MRT juga sudah beroperasi, kemudian kereta cepat bulan depan juga sudah beroperasi dan juga percepatan elektrifikasi kendaraan umum dengan bantuan pemerintah,” ujarnya.
Ketiga, untuk jangka panjang, RI-1 menekankan perlunya penguatan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Keempat, Jokowi menekankan pentingnya upaya edukasi terhadap seluruh komponen masyarakat. “Yang terakhir, mengedukasi publik yang seluas-luasnya,” tandasnya.
Tak Mau Suntik Mati
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Indonesia tidak akan ‘menyuntik mati’ pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara, kendati bakal disokong dana Just Energy Transition Program (JETP) senilai US$20 miliar.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan pemerintah menyiapkan PLTU dengan kapasitas 4,8 gigawatt (GW) untuk dipensiundinikan opersionalnya melalui pendanaan JETP tersebut. Adapun, per 2022, total kapasitas terpasang PLTU batu bara Indonesia mencapai 42,1 GW.
Di luar dari program JETP tersebut, Arifin mengatakan pemerintah akan ‘membiarkan’ operasional PLTU batu bara eksisting di Tanah Air berakhir sesuai kontrak, sampai Indonesia mencapai target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060. Sembari itu, pemerintah berjanji tidak akan menambah kontrak baru.
Adapun, kontrak terakhir PLTU batu bara di Indonesia akan tuntas pada 2058 atau dua tahun sebelum target tersebut.
“Enggak disuntik mati lah. Ada program pensiun PLTU lebih cepat. Itu masuk dalam program JETP, kan dialokasikan US$20 miliar. Kami sodorin dahulu nih [PLTU berkapasitas] 4,8 GW, mau dimakan [dipensiunkan dini terlebih dahulu] apa enggak? Jadi bukan disuntik mati, biarin matinya berdasarkan umurnya. Kalau mau dipercepat ya ada kompensasinya,” ujarnya, Jumat (4/8/2023).
(wdh)