Mengacu pada data yang dikompilasi oleh Bloomberg Technoz, pada bulan pertama gelar lelang TD Valas DHE, BI berhasil menarik valas total sebesar US$294,8 juta, lalu memuncak hingga US$343 juta di bulan April, kemudian menurun pada Mei. Dua bulan terakhir, Juni-Juli, lelang berhasil menarik antara US$234 juta hingga US$292 juta, sekitar Rp4,43 triliun.
Tren ekspor turun, devisa ikut turun
Badan Pusat Statistik akan melaporkan data neraca perdagangan Indonesia selama Juli pada Selasa esok (15/8/2023). Konsensus analis Bloomberg memperkirakan, kontraksi kinerja ekspor RI akan berlanjut dengan penurunan hampir 20%.
Sementara kinerja impor juga akan meneruskan penurunan. Dengan ekspor dan impor yang terus melemah, nilai surplus neraca dagang RI diprediksi akan semakin mengecil dibandingkan Juni lalu.
Semakin lesunya kinerja perdagangan Indonesia sudah diprediksi sejurus dengan suramnya perekonomian negara-negara mitra dagang utama terutama China, juga pesta harga komoditas yang berangsur usai. Alhasil, prospek penempatan devisa hasil ekspor pun ikut suram.
Pemerintah sempat berhitung, dengan nilai ekspor selama 2022 dari empat sektor utama mencapai US$203 miliar, bila diasumsikan 30% ditempatkan di dalam negeri sesuai aturan repatriasi devisa ekspor, setidaknya akan ada potensi tambahan likuiditas valas senilai US$60 miliar, sekitar Rp911 triliun, ke sistem perbankan domestik.
Masalahnya, pesta itu kini berangsur usai. Sepanjang tahun ini mungkin sulit bagi Indonesia membukukan nilai ekspor dengan angka sama ketika puncak harga komoditas sukses menggelembungkan tabungan dolar para eksportir di Tanah Air.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor RI pernah mencatat di rekor tertinggi US$27,9 miliar pada Agustus 2022. Namun, capaian ekspor perlahan melambat dengan posisi Juni senilai US$20,61 miliar, menurun hingga 21,2% dibanding setahun sebelumnya.
Tren itu tidak terlepas dari normalisasi harga komoditas-komoditas ekspor utama RI di pasar dunia, seperti batu bara, minyak sawit mentah hingga nikel dan komoditas tambang lain. Harga batu bara misalnya, anjlok 47% sepanjang enam bulan pertama tahun ini, melanjutkan koreksi harga yang sudah berlangsung sejak semester II-2022.
Dengan tren nilai ekspor yang terus menurun, wajar bila muncul anggapan bahwa kebijakan repatriasi devisa ekspor itu terlambat, meski dalam jangka panjang kebijakan tersebut tetap penting dan berdampak dalam mendukung daya tahan nilai tukar rupiah ke depan.
Rupiah Terjeblos
Hari ini nilai tukar rupiah terperosok jauh ke level terlemah sejak Maret akibat sentimen eksternal yaitu prediksi bunga acuan Amerika Serikat dan memburuknya sektor properti China yang ditakutkan semakin membuat perekonomian Negeri Panda itu terpuruk.
Nilai tukar rupiah terperosok ke level Rp15.336/US$, posisi terlemah sejak 21 Maret lalu. Pelemahan rupiah hari ini sejurus dengan kejatuhan mayoritas valuta Asia yang tertekan keperkasaan dolar Amerika.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS kompak melejit, melanjutkan aksi jual pemodal global di pasar surat utang yang terpicu oleh data harga produsen Amerika yang memperlihatkan rebound inflasi.
Alhasil, kekhawatiran pelaku pasar akan terus berlanjutnya pengetatan moneter oleh Federal Reserve kembali naik setelah sempat mereda pasca rilis data inflasi CPI pada Amerika yang landai.
Di pasar swap, pada pedagang menaikkan perkiraan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 25 bps ke 5,75% pada November dan Desember dengan probabilitas di atas 30%, naik dari posisi sebulan lalu yang tak sampai di angka itu.
Outlook terakhir arah bunga acuan the Fed itu bakal kian menekan rupiah ketika suplai likuiditas di pasar terlihat masih cukup ketat. Bank Indonesia agresif menggerojok likuiditas valas ke pasar melalui operasi moneter memakai instrumen FX Swap.
Selama periode 1-11 Agustus, Bank Indonesia melaporkan hasil lelang FX Swap jual pairing USD/IDR senilai total US$3,48 miliar.
(rui/aji)