Penyeret utama nilai tukar rupiah tak lain adalah sentimen inflasi Amerika yang semakin membuat pemodal global nervous. Kenaikan kembali alias rebound indeks harga produsen (PPI) Amerika pada Juli menghapus optimisme yang sempat mengemuka pasca rilis inflasi CPI Amerika yang landai.
"Investor khawatir terhadap kemungkinan kenaikan bunga the Fed pada kuartal IV-2023 menyusul kenaikan inflasi PPI yang sedikit lebih tinggi ketimbang ekspektasi pasar," komentar Macro Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Prayadi dalam catatan, Senin pagi (14/8/2023).
Aksi jual pemodal di pasar obligasi global menjalar juga di pasar domestik. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN/INDOGB) tenor 10 tahun melesat ke kisaran 6,388%, sementara tenor 5 tahun dan 2 tahun masing-masing naik ke 6,081% dan 6,079% pagi ini.
Imbal hasil obligasi dolar AS terbitan pemerintah RI juga merangkak naik 6 bps ke kisaran 4,98% untuk tenor 10 tahun dan tenor 5 tahun melesat juga ke 4,99%.
Meski inflasi pada Juli Amerika pada melandai, akan tetapi data terbaru harga produsen Amerika memperlihatkan inflasi di negeri itu masih belum sepenuhnya jinak. Hal tersebut menaikkan ekspektasi pasar bahwa bunga puncak Federal Reserve masih akan menapak sekali lagi di 25 bps pada sisa tahun ini.
Di pasar swap, para pedagang menaikkan perkiraan kenaikan bunga the Fed pada November ke 5,75% dengan probabilitas di atas 30%, sementara pada rapat the Fed bulan depan, bunga acuan diprediksi tetap di 5,5%. Ini menjadi sentimen buruk bagi rupiah.
Proyeksi menjadi lebih rumit
Metrik inflasi Amerika Serikat (AS) memberikan sinyal beragam dalam laporan terpisah yang dirilis pada Jumat (11/8/2023). Hal itu memperumit narasi dalam cerita penjinakkan inflasi di negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Ekspektasi inflasi indeks harga konsumen (IHK) yang diukur oleh University of Michigan tiba-tiba memperlihatkan penurunan pada awal Agustus, meskipun harga bensin dan bahan makanan lebih tinggi. Sementara itu, indeks harga produsen (PPI) tumbuh bulan lalu lebih dari proyeksi, terutama karena adanya kenaikan dalam kategori jasa tertentu.
Berdasarkan data yang keluar pada Kamis (10/8/2023), inflasi IHK Amerika pada Juli mencatat tekanan harga yang landai. Hal itu memperkuat harapan bahwa Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan bisa menjinakkan tekanan harga tanpa memicu resesi.
Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (personal consumption expenditures/PCE), akan dirilis bulan ini. Hal ini berpotensi membuat Komite Pasar Terbuka (Federal Open Market Committee/FOMC) the Fed condong untuk menaikkan suku bunga meskipun sejumlah ekonom mengatakan sudah waktunya untuk berhenti.
"Sementara inflasi inti yang melandai Juli lalu memungkinkan pemberian waktu yang lebih banyak bagi FOMC untuk mempertimbangkan kebijakan moneter di masa depan, data harga produsen hari ini menunjukkan bahwa inflasi PCE akan menunjukkan kenaikan," kata ekonom Barclays yang dipimpin oleh Pooja Sriram dalam sebuah catatan. Mereka memperkirakan the Fed akan menaikkan suku bunga lagi pada November.
-- dengan analisis teknikal M. Julian Fadli
(rui)