Negara tetangga Filipina juga melaporkan penurunan tajam dalam pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua akibat tingginya inflasi yang menahan revenge spending , dimana orang-orang belanja lebih banyak selepas masa pengetatan. Singapura mencatatkan angka pertumbuhan yang lebih rendah dari proyeksi awal, sementara Vietnam tampak mengalami kesulitan untuk memenuhi target.
Sementara itu, Malaysia dan Thailand masih belum melaporkan PDB kuartal kedua.
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB sebesar 4,6% pada 2023, lebih rendah dari potensi pertumbuhan pra-pandemi sebesar 5,3%," kata ekonom HSBC Holdings Plc Pranjul Bhandari tentang Indonesia. Dia menambahkan tantangan saat ini bagi ekonomi Tanah Air adalah cuaca kering akibat El Nino, penurunan belanja negara, dan lemahnya permintaan luar negeri.
"Faktanya, kami berpikir bahwa pertumbuhan yang lebih lemah dari potensinya kemungkinan akan menjaga inflasi inti pada level yang rendah."
Pada akhirnya, semua memang tergantung belanja konsumsi, yang kontribusinya lebih dari setengah PDB Indonesia.
Penjualan ritel terlihat tidak stabil tahun ini, dimana sebagian besar didorong oleh kebutuhan mendasar seperti makanan, minuman, dan BBM. Sebagaimana diketahui, raksasa konsumen seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur, PT Matahari Department Store, dan PT Unilever Indonesia melaporkan pendapatan yang mengecewakan pada kuartal kemarin.
Kepercayaan konsumen Indonesia pada bulan Juli juga merosot ke level terendah dalam empat bulan. Mereka yang membelanjakan rata-rata Rp1 juta hingga Rp2 juta dalam satu bulan hampir pesimis terhadap pendapatan dan ketersediaan pekerjaan bagi mereka, juga tentang kemungkinan mereka membeli barang-barang tahan lama.
Hal tersebut menyoroti ketimpangan pemulihan pasca-pandemi di Indonesia. Negara yang ekonominya kembali memegang status pendapatan menengah-ke atas tahun ini masih memiliki angka pengangguran dan kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan masa sebelum pandemi.
"Hal utama yang menahan konsumsi adalah pertumbuhan upah yang lesu," kata Miguel Chanco dari Pantheon Macroeconomics Ltd.
Bagi ekonom Bloomberg Tamara Mast Henderson, pemulihan belanja rumah tangga dan pemerintah pada kuartal terakhir, juga investasi yang lebih cepat, akan membantu menggerakkan perekonomian Indonesia.
Tanpa dukungan konsumsi yang kuat, Indonesia harus bersandar pada mesin pertumbuhan lain seperti investasi dan ekspor, di tengah suku bunga yang tinggi dan harga komoditas yang lebih rendah.
"Secara keseluruhan, kami merasa pertumbuhan PDB [Indonesia] akan lebih moderat di paruh kedua karena surutnya permintaan domestik. Sementara ekspor masih lemah karena melambatnya pertumbuhan global," kata Brian Lee, ekonom Maybank Securities Ltd.
(bbn)