Logo Bloomberg Technoz

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditures/PCE), akan dirilis pada bulan ini. Hal ini berpotensi membuat Komite Pasar Terbuka (Federal Open Market Committee/FOMC) The Fed condong untuk menaikkan suku bunga meskipun sejumlah ekonom mengatakan sudah waktunya untuk berhenti.

Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, Inflasi inti (Core CPI) melambat menjadi 4,7% yoy, terendah sejak Oktober 2021 dari 4,8% yoy pada bulan sebelumnya, dan lebih rendah dari ramalan pasar 4,8% yoy. Adapun 90% dari inflasi disumbangkan oleh kenaikan biaya tempat tinggal (Shelter Cost) yang naik 0,4% mtm dan kenaikan 7,7% yoy.

“Meskipun secara umum terbentuk konsensus bahwa Bank Sentral AS (Federal Reserve) akan menahan suku bunga acuan pada pertemuan mereka bulan depan, analis melihat masih ada potensi bagi Federal Reserve untuk melanjutkan kenaikan suku bunga di akhir tahun ini,” jelas Tim Research Phillip Sekuritas.

Kemudian, perdebatan juga terpusat pada berapa lama suku bunga akan dipertahankan pada level yang tinggi, dan beberapa pejabat tinggi Federal Reserve masih membuka diri terhadap opsi kenaikan suku bunga lebih lanjut untuk menekan inflasi.

Beberapa jam setelah rilis data inflasi pada sebelumnya, Presiden Federal Reserve Bank San Francisco Mary Daly menyatakan, menyambut baik penurunan laju inflasi namun mengingatkan bahwa pekerjaan rumah Federal Reserve masih jauh dari selesai.

Pada pekan kemarin, Presiden Federal Reserve Bank New York John Williams dan Presiden Federal Reserve Bank di Philadelphia Patrick Harker memberi indikasi adanya peluang kenaikan suku bunga acuan di akhir tahun ini.

Data terbaru yang dirilis Jumat malam kemarin menggarisbawahi lebih lanjut bahwa pekerjaan The Fed dalam melawan inflasi negeri tersebut masih jauh dari selesai.

Producer Price Index (PPI) untuk permintaan akhir mencatat kenaikan 0,3% pada Juli. Kenaikan itu mencerminkan ekspansi tahunan 0,8%. 

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,19% ke 6.879 disertai dengan munculnya volume penjualan, namun penutupan IHSG masih tertahan oleh MA-20. 

“Apabila IHSG masih mampu berada di atas 6.834 sebagai supportnya, dapat dicermati label biru dimana saat ini IHSG berada di awal wave v dari wave (a) atau label merah, di mana IHSG sedang membentuk triangle pattern pada wave iv. Pada kedua label tersebut, IHSG perlu menembus area 6.925 untuk konfirmasi kelanjutan uptrend,” papar Herditya dalam risetnya pada Senin (14/8/2023).

Herditya juga memberikan catatan, apabila menembus 6.834 maka IHSG akan terkoreksi ke rentang 6.793-6.820 untuk membentuk wave iv dari wave (a) dari wave [iii].

Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, AGII, APLN, ARTO dan MTEL.

Analis CGS-CIMB Sekuritas memaparkan, pada perdagangan Jumat pekan kemarin IHSG melemah 0,19% ke 6.879, dengan investor asing mencatatkan net sell sejumlah Rp252,66 miliar pada reguler market. 

Melihat hal tersebut, CGS-CIMB memperkirakan IHSG berpotensi bergerak dalam tren sideways pada hari ini, dengan support 6.830–6.780 dan resistance 6.950–6.970.

Dengan saham rekomendasinya ialah SMGR, ERAA, BBTN, BTPS, TPIA dan BUKA.

(fad)

No more pages