Imbas hal tersebut, pemerintah mesti melakukan revisi pada Peraturan Menteri ESDM No. 26/2021 tentang Pembangit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Nantinya, revisi aturan tersebut bakal mempertegas soal pelarangan ekspor bahan baku untuk mendukung PLTS tidak akan lagi diekspor secara bebas.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, dalam regulasi itu, nantinya penentuan kuota PLTS atap nantinya akan ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam hal ini, PLN yang bertugas menyampaikan kepada pemerintah terkait dengan berapa besaran kuota di dalam sistem beserta kapasitasnya. Berdasarkan masukan itu, pemerintah akan memutuskan besaran kuotanya.
“Jadi first in first one, yang daftar dahulu, diterbitkan izinnya terlebih dahulu. Jika selama enam bulan tidak ada eksekusi [instalasi PLTS atap] dari pemegang izin, nanti izinnya bisa dicabut. Untuk antrean, ketika kuota penuh, akan dilihat antrean pertama ketika dibuka lagi. Itu nanti yang akan pertama diproses,” terang Feby akhir Juli lalu.
Selain persoalan kuota, Feby juga menjelaskan hal lain yang akan termuat di dalam revisi Permen ESDM No. 26/2021 adalah ketentuan ekspor dan impor sumber daya listrik.
(ibn/wdh)