Harga minyak telah melonjak ke level tertinggi dalam tujuh bulan, mendekati US$88 per barrel di London, seiring konsumsi dunia naik menuju level rekor di saat OPEC dan mitra-mitranya membatasi pasokan, yang menyebabkan penurunan inventaris di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya.
Negara-negara konsumen utama telah mengkritik Arab Saudi dan para sekutunya atas langkah membatasi produksi itu, dengan memperingatkan bahwa lonjakan inflasi baru bisa menyebabkan lebih banyak penderitaan bagi konsumen.
Meskipun demikian, Saudi telah menyatakan bahwa mereka dapat memperpanjang bahkan memperdalam pembatasan pasokan jika diperlukan.
Namun, ada kemungkinan bahwa stok tidak akan turun sejauh proyeksi OPEC.
Permintaan di China, importir terbesar di dunia, masih menjadi tanda tanya dengan indikator ekonomi yang kurang memuaskan. Impor minyak mentah negara tersebut anjlok pada bulan Juli menjadi yang terendah dalam enam bulan, dan negara tersebut tergelincir ke dalam deflasi bulan lalu. Kekhawatiran juga masih ada terkait kesehatan ekonomi AS.
Namun, untuk saat ini, pasar minyak jelas sedang mengalami ketegangan.
Produksi dari 13 anggota OPEC turun sebanyak 836.000 barrel per hari pada bulan Juli karena Saudi menurunkan produksi menjadi sekitar 9 juta barrel per hari.
Persediaan minyak di negara-negara maju juga berada di bawah rata-rata lima tahun mereka, menurut perkiraan OPEC.
Pasokan juga sedang menyusut Rusia. Setelah menjaga ekspor tetap stabil selama beberapa bulan untuk mendanai perang melawan Ukraina, Moskow akhirnya memenuhi kesepakatan OPEC+ dengan mengurangi pengiriman.
OPEC memproyeksikan bahwa konsumsi minyak global harian akan meningkat sebanyak 2,4 juta barrel tahun ini menjadi rata-rata 102 juta barrel. Mereka memprediksi peningkatan lebih lanjut sebanyak 2,2 juta barrel per hari pada tahun 2024.
(bbn)