Pembiaran China terhadap kemarahan warganet ini menunjukkan bahwa pimpinan kedua negara tersebut perlu kembali ke meja perundingan. Pasalnya, imbas insiden balon tersebut, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menunda perjalanannya ke Beijing setelah lebih dari empat tahun yang direncanakan pada Minggu (05/02/2023).
Media pemerintah China turut serta dalam keramaian di media. Mereka mempertanyakan alasan Blinken untuk membatalkan kunjungan tersebut. “Fakta bahwa keputusan AS didasarkan pada beberapa media yang membesar-besarkan masalah ini membuat ketulusannya dalam mengembalikan hubungan bilateral ke jalur yang sehat diragukan,” dikutip dari tajuk surat kabar China Daily.
Sentimen di media sosial China ini ditarik dari pernyataan resmi pemerintah, yang bergeser dari konfrontasi Jumat malam menjadi Minggu pagi. Warganet China pada awalnya menuduh AS membesar-besarkan insiden tersebut. Tak lama, mereka juga menuntut tanggapan yang kuat terhadap penggunaan kekuatan pemerintah AS.
Penundaan perjalanan Blinken ini terjadi beberapa jam setelah pengumuman pertama pemerintahan AS tentang balon.
Setelah Kementerian Luar Negeri China pertama kali mengonfirmasi pada Jumat malam bahwa balon itu milik China, debat daring pun dimulai. Warganet China menuding bahwa reaksi berlebihan AS terhadap balon itu sebenarnya tidak perlu dilakukan.
"Insiden balon itu adalah sebuah kecelakaan," tulis Jin Canrong, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Renmin di Beijing di Weibo pada Minggu (05/02/2023).
“AS membesar-besarkan masalah ini dengan kedengkian, dan jelas bereaksi terlalu berlebihan," lanjutnya.
Adapun Asisten Menteri Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan di Twitter bahwa politisi di AS menyikapi insiden itu dengan dramatis.
"Menembak jatuh balon sipil yang tersesat merupakan salah satu contoh bahwa Washington adalah panggung para politisi AS untuk mendramatisir segala hal," tulis Hua dalam akun @SpokespersonCHN, Senin (06/02/2023).
(bbn)