Logo Bloomberg Technoz

Tren serupa juga dialami oleh perusahaan-perusahaan pengembang besar China yang hanya mencatatkan sahamnya di bursa Hong Kong.

“Pendapatan para pengembang tertekan sangat parah akibat kemunduran sektor [properti] dan gagal bayar utang. Mereka tidak yakin untuk dapat mengucurkan investasi baru dalam jangka pendek,” kata direktur peneliti China Index Holdings Liu Shui, seperti dikutip dari Bloomberg News, Senin (6/2/2023).

Sebagai bentuk intervensi terhadap sektor properti, Pemerintah China pada akhir tahun lalu menganulir larangan penggalangan dana onshore bagi para pengembang, serta memperluas program fasilitasi penerbitan obligasi lokal yang dijamin oleh pemerintah. Bank-bank pelat merah juga berjanji akan mempermudah penyaluran kredit untuk sektor properti.

Dalam laporannya pekan lalu, analis Bloomberg Intelligence Daniel Fan menyebut salah satu pengembang yang mengalami tekanan terbesar adalah Shimao Group Holdings Ltd, yang ditaksir membukukan kerugian tahunan terburuk dalam 21 tahun terakhir. 

Sementara itu, induk perusahaan yang tercatat di bursa Hong Kong tersebut tidak kunjung melaporkan pendapatannya pada 2021 dan diprediksi bakal mencatatkan kerugian signifikan pada 2022.  

Perusahaan yang juga mengalami kerugian terbesar adalah RiseSun Real Estate Development Co, yang diperkirakan membukukan rapor merah senilai US$3,7 miliar (25 miliar yuan) pada 2022, alias membengkak lima kali lipat dari tahun sebelumnya. 

Liu mengatakan mayoritas kinerja pengembang di China yang masih mencatatkan laba tidak ditopang oleh penguatan kegiatan bisnis, melainkan pada “acara-acara tidak jelas” yang tidak berkelanjutan. 

Salah satu pengembang yang masih untung adalah China Fortune Land Devlopment Co, yang baru saja merencanakan restrukturisasi kredit offshore pekan lalu setelah proses negosiasi yang panjang dengan para pemegang obligasinya di luar negeri. 

Perusahaan yang berbasis di Beijing tersebut membukukan laba senilai 1,6 yuan pada 2022, setelah menelan kerugian sejumlah 39 miliar yuan pada tahun sebelumya. 

Pengembang BUMN

Beberapa peruasahaan pengembang milik negara juga mencatatkan kemerosotan laba pada tahun lalu. Poly Developments & Holdings Group Co—pengembang pelat merah terbesar di China—melaporkan penurunan pendapatan tahunan sebesar 33% pada 2022, akibat menciutnya laba perusahaan. 

Sementara itu, China Merchants Shekou Industrian Zone Holdings Co—yang merupakan salah satu dari 10 besar pengembang di Negeri Panda—juga mencatatkan penurunan laba tahunan sebesar 63% pada tahun lalu. 

“Pendapatan perusahaan-perusahaan properti milik negara yang jau di bawah ekspektasi ini akan berdampak pada kinerja saham di sektor tersebut. Valuasi dari perusahaan-perusahaan pelat merah ini bisa jadi tidak masuk akal,” kata analis CCB International Securities Ltd. Lung Siufung. 

Analis Citigroup Inc. Griffin Chan menganjurkan para investor untuk menimbang dengan saksama kinerja lesu sektor properti,  di tengah potensi berlanjutnya tren penurunan pendapatan dan laba pengembang. 

(bbn/wdh)

No more pages