Logo Bloomberg Technoz

Inflasi melonjak di Amerika Serikat (AS) dan negara ekonomi besar lainnya setelah pandemi Covid-19. Pada awal tahun ini, beberapa ekonom memprediksi hal yang sama akan terjadi di China, yang mengakhiri pembatasan Covid-19 lebih lambat dari negara lainnya. Namun hal tersebut tidak terjadi.

Pertumbuhan pengeluaran masyarakat tetap terbatas, sementara penurunan di sektor properti masih terjadi, yang kemudian mendorong orang untuk tidak membeli barang mahal dan memengaruhi harga furnitur dan peralatan rumah tangga.

Harga energi juga turun, mengingat lemahnya harga komoditas global dan kendali yang telah lama dilakukan Beijing atas sektor listrik. Perang harga di antara produsen mobil juga telah menambah tekanan deflasi, sementara perusahaan-perusahaan juga memangkas harga guna mengurangi stok berlebih. Namun, harga tidak turun di seluruh sektor. Pengeluaran untuk layanan, seperti perjalanan dan restoran, telah melonjak sejak pandemi berakhir, dengan harga terus naik di sektor-sektor tersebut.

Deflasi China (Sumber: Bloomberg)

2. Jika segalanya lebih murah, bukankah itu bagus untuk konsumen?

Tidak sepenuhnya demikian. Harga yang lebih murah memang terlihat menguntungkan bagi konsumen, namun hal itu tidak selalu berarti para pembeli akan belanja. Ketika harga-harga turun di berbagai jenis barang dalam jangka waktu yang lama, orang mulai berpikir lebih baik menunda pembelian barang mahal, dengan anggapan bahwa harga akan terus turun.

Hal ini mengurangi aktivitas ekonomi lebih lanjut, yang pada gilirannya mendorong dunia usaha menurunkan harga. Bagi konsumen, hal ini biasanya berarti pendapatan yang lebih rendah atau kehilangan pekerjaan, yang kemudian berakibat pada mereka jadi lebih irit.

Suku bunga di China (Sumber: Bloomberg)

3. Bagaimana dengan dampaknya pada dunia usaha?

Harga yang lebih rendah umumnya mengakibatkan pendapatan dan keuntungan yang lebih lemah, yang kemudian mendorong perusahaan untuk membatasi investasi dan rekrutmen. Deflasi juga meningkatkan tingkat suku bunga "riil," atau yang disesuaikan dengan inflasi, dalam ekonomi. Kenaikan biaya layanan pinjaman bagi dunia usaha mengurangi kemampuan mereka berinvestasi, yang pada gilirannya membatasi permintaan, yang memicu lebih banyak deflasi.

Beberapa ekonom percaya bahwa deflasi utang seperti ini dapat memicu resesi karena orang gagal membayar pinjaman mereka dan kepercayaan terhadap bank terkikis. Lihatlah Jepang, di mana penurunan harga terjadi pada tahun 1990-an dan berkontribusi pada periode stagnasi yang berkepanjangan yang masih menghantui ekonomi terbesar ketiga di dunia ini. Negara tersebut masih berurusan dengan pertanyaan bagaimana cara merangsang pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Penerapan suku bunga negatif oleh Bank of Japan hanya sedikit memberikan dampak signifikan.

Penurunan harga ekspor China (Sumber: Bloomberg)

4. Berapa lama deflasi ini akan berlangsung?

Penurunan harga makanan dan energi sangat berkontribusi terhadap turunnya data bulan Juli, dan beberapa ekonom melihat bahwa harga-harga tersebut akan kurang memberikan pengaruh buruk sepanjang tahun ini. Harga gerbang pabrik telah mengalami deflasi lebih lama, sejak Oktober 2022.

Meskipun begitu, pembacaan data bulan Juli menunjukkan sedikit perbaikan dari bulan sebelumnya, mengindikasikan stabilisasi harga produsen. Secara umum, inflasi di China telah cenderung rendah selama satu dekade, dengan ekonom mengutip tingginya tingkat tabungan rumah tangga dan tingginya investasi sebagai alasan meningkatnya kapasitas industri secara cepat.

5. Tindakan apa yang mungkin akan dilakukan China?

Bank sentral China dapat memotong suku bunga acuan lebih lanjut. Namun, masalahnya adalah bank sentral menghadapi beberapa kendala, seperti pelemahan yuan dan tingkat utang yang sudah tinggi, terutama di tingkat pemerintah lokal.

Dukungan fiskal - stimulus - juga cukup moderat mengingat adanya tekanan keuangan, yang berarti pihak berwenang kurang mengandalkan langkah-langkah pengeluaran besar seperti pada masa lalu dan beralih ke strategi yang lebih terarah. Beijing juga mendorong pemerintah daerah untuk menemukan cara agar masyarakat mau mengeluarkan uang.

6. Bagaimana dengan investor asing?

Dampak yang paling jelas mungkin adalah pada pendapatan perusahaan, mengingat tekanan pada dunia usaha untuk memotong harga selama masa deflasi. Kekhawatiran tentang pertumbuhan dan pengurangan investasi biasanya mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan moneter yang lebih longgar, menjadikan obligasi negara lebih menarik juga.

Namun, Ken Cheung, kepala ahli strategi FX Asia di Mizuho Bank Ltd., mengatakan bahwa yield obligasi berdenominasi mata uang China terlalu rendah dibandingkan negara lainnya untuk menarik minat para pedagang asing. 

7. Apa artinya ini bagi ekonomi global?

Mungkin ada beberapa manfaat bagi negara-negara maju, setidaknya dalam jangka pendek. Ketika produsen-produsen China memotong harga untuk menghilangkan suplai berlebih, hal tersebut mungkin akan berdampak pada tempat-tempat seperti AS dan Eropa, memberikan sedikit bantuan bagi bank sentral di sana ketika mereka berusaha untuk meredam inflasi yang tinggi.

Namun ada beberapa batasan: Kedua wilayah tersebut telah menjadi lebih proteksionis dalam beberapa tahun terakhir dan berusaha untuk membatasi ketergantungan mereka pada China. Dan barang-barang buatan China hanya menyumbang sebagian kecil dari pengeluaran konsumen di negara-negara maju.

8. Apakah ini pernah terjadi sebelumnya?

Iya. Setiap kali, pada tahun 2009, 2015, dan 2020, China merespon dengan pelonggaran moneter yang tegas dan stimulus fiskal besar.

Meskipun Beijing telah berjanji untuk mempercepat beberapa proyek infrastruktur dan meningkatkan dukungan bagi pasar perumahan yang lesu, banyak ekonom tidak mengharapkan lonjakan pembangunan dalam skala besar seperti di masa lalu, karena Presiden Xi Jinping telah fokus pada peralihan ekonominya ke penggerak pertumbuhan baru, seperti teknologi canggih.

Hal tersebut akan membuat respons Beijing lebih mirip dengan responsnya terhadap periode deflasi pada tahun 1998. Beijing menyuntik modal ulang pada bank-bank yang berkinerja buruk dan merampingkan sektor negara sebelum bergabung dengan World Trade Organization (WTO).

- Dengan asistensi Fran Wang dan Rebecca Choong Wilkins. 

(bbn)

No more pages