Peningkatan kekhawatiran akan pasokan global yang lebih ketat bisa meningkatkan risiko gelombang proteksionisme perdagangan baru karena banyak negara di dunia ingin memastikan cadangan pangan yang cukup. Pola cuaca El Nino yang kini melanda dan dapat mengeringkan tanaman padi yang bergantung pada air di Asia, memperparah kekhawatiran tersebut.
"Beras merupakan komoditas yang lebih berharga dibandingkan sebelum El Niño dan Rusia meningkatkan serangannya terhadap ekspor gandum dan jagung Ukraina," kata Peter Timmer, Profesor Emeritus di Universitas Harvard, yang telah mempelajari ketahanan pangan selama beberapa dekade. Harga bisa naik lebih dari US$100 per ton dalam enam sampai 12 bulan, katanya.
"Pertanyaan besarnya adalah apakah kenaikan harga akan terjadi secara bertahap, memberikan waktu bagi konsumen untuk menyesuaikan diri tanpa kepanikan, atau akan terjadi lonjakan yang cepat hingga US$1.000 per ton atau lebih tinggi lagi," ujar Peter Timmer, yang pernah bekerja sama dengan berbagai pemerintahan di Asia pada saat krisis pangan tahun 2008. Saat itu, harga beras melonjak di atas level US$1.000 setelah adanya larangan ekspor oleh produsen-produsen utama, terutama India dan Vietnam.
Risiko El Nino
Sebagian besar beras dunia ditanam dan dikonsumsi di Asia, dan para petani di wilayah ini sedang bergulat dengan gelombang panas dan kekeringan. Thailand, pengekspor beras terbesar kedua di dunia, mendorong para petani beralih ke tanaman yang tidak membutuhkan banyak air, sementara para petani di wilayah-wilayah penghasil beras terbesar di Indonesia mulai menanam jagung dan kubis untuk mengantisipasi kekeringan.
Ekonom Senior Maybank Investment Banking Group Chua Hak Bin mengatakan bahwa risiko terbesar beras saat ini adalah apakah El Nino dan perubahan iklim akan mengganggu produksi pertanian dan mendorong inflasi pangan lebih tinggi.
"Hal ini dapat memicu lebih banyak kebijakan proteksionis, termasuk kontrol ekspor, yang dapat memperburuk kekurangan pangan global dan tekanan harga," katanya. "Negara-negara berkembang lebih rentan terhadap guncangan harga pangan seperti itu karena bobot makanan yang lebih besar dalam keranjang belanja konsumen."
Namun, kontrol harga yang ketat dari pemerintah serta subsidi pangan di banyak negara konsumen dapat membantu menekan inflasi. Episode saat ini terlihat "relatif jinak" dibandingkan dengan episode sebelumnya, kata Chua Hak Bin.
(bbn)