Logo Bloomberg Technoz

Menanti data kunci inflasi AS yang akan menentukan merah hijau isi portoflio, membuat pelaku pasar di bursa saham Asia Pasifik bersikap waspada.

Pergerakan bursa saham di kawasan Asia dan Australia bervariasi dengan indeks saham di bursa Jepang serta Australia naik, sementara bursa saham di Korea Selatan tergerus turun. Indeks saham di China daratan dan Hong Kong juga merah.

Kontrak saham berjangka S&P futures justru mencatat kenaikan siang ini diikuti pelemahan harga dolar Amerika di hadapan enam mata uang utama dunia.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil dibuka di zona hijau meski nilai tukar rupiah justru terperosok menembus support pertama dan kini masih melemah menuju level di atas Rp15.250/US$ tersundut sentimen aksi jual asing di pasar SBN.

Pelemahan nilai tukar rupiah siang hari ini sejalan dengan keterpurukan valuta Asia lain seperti baht Thailand dan peso Filipina yang memimpin kerugian, sebagian dipicu juga oleh tekanan sentimen domestik.

Sementara itu, harga emas dunia masih stabil dengan kecenderungan bergerak di zona hijau jelang rilis data inflasi Amerika nanti malam.

Jelang tengah hari ini, harga emas dunia diperdagangkan di kisaran US$ 1.918,84 per troy ounce. 

Angka inflasi yang sesuai ekspektasi akan menguatkan peluang tercapainya puncak bunga the Fed di mana itu akan menjadi kabar baik bagi emas, safe haven alternatif setelah dolar Amerika.

Menahan FFR pada September

Pekan ini pemodal global menghadapi banyak sinyal dovish dari para pejabat the Fed yang sedikit mengikis ekspektasi kenaikan bunga acuan 25 bps di sisa tahun.

Presiden Federal Reserve Philadelphia Patrick Harker menyatakan bank sentral mungkin dapat menghentikan kenaikan bunga acuan terkecuali ada kejutan dalam perekonomian, kendati level bunga tinggi saat ini perlu dipertahankan selama beberapa waktu ke depan.

Harker menyatakan bahwa "mungkin tahun depan, kami akan memulai penurunan bunga acuan". Sementara pejabat the Fed di Richmond Thomas Barkin berpendapat, terlalu dini untuk mengatakan apakah kenaikan bunga acuan pada September akan menjadi langkah yang tepat, seperti diwartakan oleh Bloomberg News.

Sebelumnya, Presiden Federal Reserve New York John Williams dalam wawancara dengan New York Times, menyatakan bahwa kenaikan bunga acuan 25 bps pada semester II-2023 sudah tidak dibutuhkan. Williams bahkan mulai mendorong pejabat the Fed untuk segera memulai siklus pemangkasan suku bunga, awal tahun depan.  

Sinyal dovish itu memengaruhi ekspektasi pelaku pasar terhadap skenario 5,75% bunga the Fed tahun ini. 

Berdasarkan CME Fedwatch, pemodal memperkirakan bank sentral AS akan mempertahankan bunga acuan di 5,5% pada FOMC bulan depan dengan probabilitas mencapai 86,5%.

Sementara pada November, the Fed juga diprediksi masih akan mempertahankan bunga acuan dengan probabilitas 67,7%. Sedangkan probabilitas kenaikan 25 bps ke 5,75% hanya sebesar 29,3%, sedikit naik dibandingkan kemarin meski masih lebih rendah dibandingkan sebulan lalu.

Pada Desember yang akan menjadi FOMC terakhir 2023, pelaku pasar memperkirakan Jerome Powell dan para koleganya akan memutuskan mempertahankan lagi bunga acuan walau dengan probabilitas lebih rendah. Sementara peluang kenaikan ke 5,75% pada akhir tahun sedikit meningkat menjadi 26% dari posisi pekan lalu. Namun, probabilitas itu turun dibandingkan sebulan silam.

Dampak ke Indonesia

Bank Indonesia berpandangan berbeda. Dalam gelar konferensi pers pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur bulan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan masih memegang skenario bahwa the Fed akan menaikkan bunga acuan sebesar 25 bps ke 5,75% pada September nanti. 

Itu akan membawa bunga acuan Amerika sejajar dengan BI7DRR, titik sejarah baru. Akan tetapi, Perry secara gamblang menyatakan langkah the Fed tidak akan memengaruhi stance kebijakan BI saat ini yaitu mempertahankan BI7DRR.

"Penentuan suku bunga acuan diputuskan berdasarkan perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi domestik. Inflasi kita rendah, pertumbuhan ekonomi cukup baik sehingga, ya sudah, 5,75% sudah pas, konsisten. Bila FFR naik bagaimana? Jamunya apa kalau bukan suku bunga? Jamu BI bukan hanya suku bunga makanya kita pakai jamu stabilisasi nilai tukar melalui intervensi, twist operation maupun triple intervention," jelas Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (25/7/2023).

BI terlihat cukup percaya diri dengan selisih imbal hasil surat utang RI dan AS yang kini terpaut di kisaran 231 bps dengan kenaikan yield US Treasury 10 tahun akibat penurunan rating oleh Fitch pekan lalu. Yield UST-10 tahun kini berada di 4,024%, sementara imbal hasil SUN/INDOGB-10 tahun berada di 6,339%.

Otoritas terlihat mempertahankan kisaran yield SBN 10 tahun di kisaran 6,3% meski itu direspon negatif oleh pemodal asing yang menempuh aksi jual cukup besar dalam dua hari pertama pekan ini.

(rui/roy)

No more pages