Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memberlakukan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) guna mempertahankan stabilitas perekonomian nasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Insentif ini diberikan kepada bank penyalur kredit atau pembiayaan pada sektor tertentu yang memiliki daya ungkit lebih tinggi pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja," jelas Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M Juhro dalam media briefing, Rabu (9/8).
Adapun kebijakan insentif likuiditas makroprudensial ini difokuskan pada sektor hilirisasi minerba ataupun non-minerba, perumahan, pariwisata, serta pembiayaan inklusif dan sektor hijau.
Sektor hilirisasi minerba, insentif akan ditujukan khusus ke industri di sektor nikel, timah, tembaga, bauksit, serta besi baja, emas perak, aspal buton, maupun batubara.
Untuk di sektor hilirisasi minerba ini, bank-bank harus mampu meningkatkan kredit atau pembiayaannya sebesar 3-7% untuk mendapat potongan GWM sebesar 0,2%. Sedangkan bagi yang bisa menyalurkan di atas 7% akan mendapatkan insentif sebesar 0,3%. Solikin menjelaskan, besaran insentif KLM naik dari sebelumnya paling tinggi 280 basis poin (bps) menjadi 400 bps.
"Ini tentunya bisa diterapkan dengan pengurangan giro bank di Indonesia atau yang kita kenal dengan GMW (Giro Wajib Minimum) yang saat ini ditetapkan 9%. Pemenuhan insentif maksimal 400 bps ini bisa mengurangi pemenuhan giro wajib itu dengan kapasitas masing-masing bank yang berbeda," tutur Solikin.
Sementara insentif untuk pembayaran inklusif ditingkatkan dari 1,5% dari sebelumnya 1%. Dengan catatan, 0,5% peningkatan ditargetkan bagi penyaluran kredit Ultra Mikro. Terakhir, insentif untuk ekonomi hijau naik menjadi 0,5 dari sebelumnya 0,3%.
Sektor prioritas terakhir adalah pariwisata yang terdiri dari penyedia akomodasi, makanan, dan minuman. Insentif yang disiapkan sebesar 0,25% jika kreditnya tumbuh 3-7%, dan insentif sebesar 0,3% jika kreditnya tumbuh 7%.
(evs)