Dalam kaitan itu, Freeport mengeklaim pemerintah telah mengonfirmasi bahwa progres pembangunan smelter tembaga PTFI di Manyar, Gresik, Jawa Timur telah mencapai lebih dari 50%, sehingga per 29 Maret 2023 perusahaan pun dibebaskan dari bea keluar.
“Kembali lagi pada masalah bea keluar, yang ditulis di PMK No. 164/2018 itu jelas mengatakan bahwa tahap [pembangunan smelter] yang sudah di atas 50% dibebaskan dari tarif ekspor. Nah, [pembangunan smelter] Freeport Indonesia sudah 67,4%, jadi dia seharusnya memperoleh tarif bea keluar 0%,” ujar Djoko saat dihubungi, Rabu (9/8/2023).
Lebih lanjut, Djoko mengungkapkan di dalam kesepakatan IUPK Freeport Indonesia dinyatakan bahwa pemberlakuan perpanjangan izin usaha PTFI mengacu pada PMK No. 164/2018 tersebut, dan bukan PMK No. 71/2023 yang baru saja diterbitkan Juli tahun ini.
“Kalau menghendaki implementasi PMK No. 71/2023, pemerintah harus menghormati izin yang pernah diberikan kepada Freeport Indonesia,” tegasnya.
Sekadar catatan, PMK No. 71/2023 yang menjadi sumber polemik keberatan Freeport-McMorran dan anak usahanya di Indonesia mengatur tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Beleid itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 12 Juli 2023 dan diundangkan dua hari setelahnya pada 14 Juli 2023. Adapun, implementasinya efektif tiga hari sejak tanggal diundangkan alias per 17 Juli 2023.
Di dalam aturan baru itu, eksportir konsentrat mineral logam tetiba diganjar besaran BK yang lebih tinggi berdasarkan dengan progres pembangunan smelter-nya. Dalam kasus Freeport, perusahaan kini harus membayar tarif ekspor setidaknya 7,5% dengan asumsi progres smelter-nya telah mencapai di atas 70%.
Revisi regulasi itu menetapkan bea keluar untuk konsentrat tembaga sebesar 7,5% pada semester II-2023 dan 10% pada 2024 untuk perusahaan dengan progres smelter 70% hingga 90%. Bagi perusahaan dengan progres smelter di atas 90%, bea keluar akan menjadi 5% pada semester II-2023 dan 7,5% pada Januari—Mei 2024.
Dua Kepentingan Kontras
Konsistensi pemerintah dalam menerapkan aturan tarif ekspor sektor pertambangan mineral juga dipertanyakan oleh Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli. Walakin, dia menilai sikap pemerintah juga ditujukan untuk memastikan Freeport tidak ingkar janji menuntaskan proyek smelter-nya.
Meski mengaku tidak tahu seluruh detail atau perincian perpanjangan kontrak PTFI, Rizal membenarkan bahwa salah satu substansi dalam IUPK Freeport adalah bahwa mereka dibebaskan dari tarif ekspor lantaran progres smelter-nya sudah di atas 50%.
“Kita juga harus konsisten menerapkan kebijakan dan aturan. Jangan sekali kita bilang boleh, nanti bilang tidak boleh. Kita tidak konsisten. Namun, di sisi lain, memang ada keterlambatan pembangunan smelter Freeport. Akibatnya, pemerintah lewat menteri keuangan menerapkan bea keluar. Di sini Freeport dikenai tarif 7,5%. Ini, menurut saya, adalah persoalan dispute tentang bea keluar,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (9/8/2023).
Rizal mengatakan setelah Freeport-McMorran melansir surat pengajuan ke US Securities and Exchanges Commission (SEC) atau otoritas bursa efek di Amerika Serikat (AS), kemungkinan besar kasus ini akan terus berlanjut dan perusahaan bisa saja menyeret isu ini ke pengadilan.
Rizal menilai pihak Freeport akan terus berpegang teguh pada kesepakatan dan klausul dalam IUPK pada 2018 itu. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia mendasarkan keputusannya berdasarkan pada kepentingan untuk mempercepat penyelesaian smelter.
“Ini dua hal yang harus dinegosiasikan,” tuturnya.
Dia berpendapat Pemerintah Indonesia –dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif– harus duduk bersama perwakilan Freeport untuk ‘buka-bukaan’ apakah kontrak untuk menentukan tarif ekspor sesuai dengan yang diklaim PTFI atau tidak.
“Kalau memang itu benar, menkeu harus mencabut PMK No. 71/2023 supaya tidak bertolak belakang dengan apa yang sudah diputuskan dalam klausul kontrak Freeport. Kita harus konsisten. Inilah yang namanya kepastian perusahaan dan jaminan investasi,” tegasnya.
Medio pekan lalu, Freeport-McMorran melaporkan ke SEC di AS perihal keberatan mereka terhadap Pemerintah Indonesia akibat penetapan BK secara sepihak melalui peraturan menteri keuangan yang diterbitkan bulan lalu.
Dalam kaitan itu, VP Corporate Communications Freeport Indonesia Katri Krisnati menjelaskan IUPK PTFI merupakan hasil dari perundingan panjang terkait dengan divestasi dan kebijakan-kebijakan bagi kegiatan operasi produksi perusahan guna menciptakan manfaat optimal bagi seluruh pemangku kepentingannya.
“Salah satu ketentuan yang diatur dalam IUPK tersebut adalah mengenai tarif bea keluar yang berlaku bagi PTFI selama jangka waktu IUPK [atau hingga 2041],” terangnya kepada Bloomberg Technoz, Selasa (8/8/2023).
Dalam proses penerapan bea keluar, lanjutnya, dikenal mekanisme pengajuan keberatan dan banding terhadap penghitungan penetapan pajak ekspor, yang merupakan wadah dalam rangka mewujudkan kebijakan kepabeanan yang objektif dan akurat.
Dengan demikian, dia berpendapat merupakan wajar bagi setiap pelaku usaha untuk menempuh mekanisme keberatan dan banding tersebut apabila ada perbedaan pandangan antara otoritas kepabeanan dengan pelaku usaha yang bersangkutan dalam penerapan peraturan kepabeanan.
“Sehubungan dengan konteks di atas, kami memahami adanya kemungkinan pengajuan keberatan dan banding. Namun, kami tetap berharap pemerintah senantiasa menerapkan ketentuan bea keluar bagi PTFI sesuai dengan IUPK yang sudah disetujui bersama,” ujarnya.
Di sisi lain, Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, dalam implementasi PMK No. 71/2023, otoritas fiskal telah menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai mandat Undang-Undang No. 17/2006 tentang Kepabeanan.
“Secara khusus, kami mendukung kebijakan pemerintah di sektor pertambangan. Terhadap gugatan PTFI, tentu kami menghormati dan menunggu. Kami berkoordinasi dengan instansi terkait dan mengikuti proses dengan baik,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (8/8/2023).
Dia pun menegaskan pemerintah siap menghadapi Freeport apabila kasus tersebut diboyong ke meja hijau. “Karena sudah masuk ranah hukum, sebaiknya nanti disampaikan di pengadilan,” ujarnya.
(wdh)