Logo Bloomberg Technoz

Bank sentral berharap likuiditas ekstra ini bisa disalurkan menjadi kredit, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai informasi, penyaluran kredit pada Juni tumbuh 7,76% year-on-year (yoy), terendah sejak Maret tahun lalu.

Masalah di Permintaan

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai lemahnya penyaluran kredit bukan disebabkan kondisi likuiditas perbankan. Sebab, saat ini likuiditas perbankan masih tinggi, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang pada Juni berada di 26,73%.

"Perlambatan penyaluran kredit menegaskan masalah di sisi permintaan. Ini membutuhkan solusi berupa penurunan suku bunga, bukan penyesuaian GWM," sebut Satria dalam risetnya.

Penurunan GWM saat permintaan kredit lemah, sambung Satria, hanya akan membuat perbankan menempatkan likuiditas berlebih itu ke obligasi. Bukan kredit ke sektor riil.

Hal ini juga sebetulnya sudah diakui oleh BI. Dalam jumpa pers usai Rapat Dewan Gubernur (BI) bulan lalu, Gubernur Perry Warjiyo menyebut bahwa adalah sisi permintaan yang membuat penyaluran kredit melambat.

"D tengah longgarnya sisi penawaran oleh tersedianya likuiditas, tingginya rencana penyaluran kredit, serta longgarnya standar penyaluran kredit/pembiayaan perbankan, korporasi cenderung mempercepat pelunasan kredit, dan berperilaku wait and see dalam meningkatkan rencana investasinya ke depan," kata Perry kala itu.

(aji)

No more pages