Logo Bloomberg Technoz

Data ketenagakerjaan yang positif ini membuat pelaku pasar memperkirakan permintaan akan naik. Kenaikan permintaan berpotensi menyebabkan tekanan inflasi, yang membuat The Federal Reserve/The Fed tetap memberlakukan kebijakan moneter ketat.

Hari ini, ada kabar gembira dari China. Fatih Birol, Direktur Eksekutif International energy Agency, mengatakan pemulihan ekonomi di China mungkin akan lebih kuat dari yang diperkirakan sehingga mendongkrak permintaan minyak. 

Sheikh Nawaf Al-Sabah, Pimpinan Kuwait Petroleum, menyebut pencabutan kebijakan zero-Covid di China akan meningkatkan permintaan secara berkelanjutan. Ini tidak hanya jadi rebound sesaat, katanya dalam wawancara dengan Bloomberg Television di Bangalore (India). 

Kemudian, ada pula berita dari Rusia. Mulai kemarin, sanksi baru Uni Eropa terhadap Rusia resmi berlaku. Uni Eropa resmi melarang impor minyak mentah lepas pantai dan produk turunan minyak dari Negeri Beruang Merah.

Di sisi lain, Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) juga memutuskan untuk tetap memangkas produksi. Pangeran Abdulaziz bin Salman, Menteri Energi Arab Saudi, mengatakan negaranya akan hati-hati untuk menaikkan produksi.

“Harga minyak mendapatkan dukungan. Namun masih ada risiko karena pasokan minyak dari Rusia bisa tetap mengalir meski ada sanksi, baik itu minyak mentah maupun produk turunannya. Kami memperkirakan pasar akan bergerak sideways dalam waktu dekat,” papar Zhou Mi, Analis Chaos Research Institute yang berbasis di Shanghai (China).

Meski dilarang di Uni Eropa dan negara-negara lain, minyak Rusia tetap bisa dijual di negara yang tidak mengenakan sanksi. Misalnya India, yang mengambil untung dengan membeli minyak Rusia berharga murah untuk kebutuhan domestik. Minyak ini kemudian diolah dan produknya dijual lagi ke negara-negara Barat, termasuk AS.

Meski sempat jatuh, perbedaan harga minyak brent untuk dua kontrak tenor terdekat tetap di posisi backwardation (harga futures lebih rendah dibandingkan spot). Ini menandakan potensi bullish.

Goldman Sachs Group Inc menegaskan bahwa harga minyak berpotensi menembus level US$ 100/barel tahun ini. Penurunan pasokan dan Rusia dan pemulihan permintaan akan membuat harga naik, kata Analis Jeff Currie.

(bbn)

No more pages