“Kenapa PMK itu dikeluarkan? Karena pemerintah mendorong pembangunan smelter itu. Sesungguhnya, hal itu juga sudah tertuang di UU Minerba. Sejak 2014 sudah ada aturannya. Namun, dalam praktiknya, perusahaan pertambangan termasuk Freeport kerap menentang UU tersebut. Selalu mengancam untuk meredam produksi dan melakukan pemutusan hubungan kerja [setiap ditagih realilsasi pembangunan smelter-nya],” ujar Fahmy, Selasa (8/8/2023).
Walhasil, lanjutnya, amanat penghiliran sektor mineral yang tertuang dalam UU Minerba makin jauh panggang dari api. Hingga kini pun, Freeport masih tetap dibolehkan mengekspor konsentrat, tetapi tidak kunjung menuntaskan fasilitas pemurniannya di Indonesia.
“Saya mencatat, sejak awal 2014, Freeport tidak pernah serius membangun smelter. [Proyek smelter di Manyar, Gresik] itu kan masih 70% [progresnya]. Selama mendapatkan keleluasaan untuk mengekspor konsentrat, Freeport akan sangat diuntungkan,” jelasnya.
Atas dasar itu, dia menilai wajar bila pemerintah akhirnya menetapkan kenaikan bea keluar konsentrat mineral –termasuk tembaga yang diproduksi PTFI– guna memastikan agar perusahaan tersebut menuntaskan kewajiban bangun smelter-nya sebelum larangan ekspor konsentrat tembaga diberlakukan pada Mei 2024.
Fahmy berpendapat, sebagai pemegang 51% saham PTFI, Pemerintah Indonesia berhak untuk mengambil keputusan dan bukan Freeport-McMorran Inc. Dia pun mengingatkan agar pemerintah tidak gentar dengan ancaman gugatan yang dilayangkan oleh McMorran.
“Kalau misalnya itu dilakukan, Freeport McMorran ini kan perusahaan terbuka di New York Stock Exchange. Kalau dia benar melakukan itu, maka harga sahamnya juga pasti akan terpuruk. Jadi tidak perlu takut dengan ancaman itu,” tuturnya.
Untuk diketahui, Kewajiban membayar bea keluar bagi pemegang IUPK seperti Freeport juga termaktub di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 7/2023 tentang Kelanjutan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Logam di Dalam Negeri.
Pasal 3 Ayat 2 beleid tersebut mengatur ihwal penjualan hasil pengolahan ke luar negeri oleh pemegang IUP tahap kegiatan operasi produksi mineral logam atau pemegang IUPK tahap kegiatan operasi produksi mineral logam komoditas tembaga, besi, timbal, atau seng.
Dalam huruf c ayat tersebut, ditegaskaan bahwa pemegang IUP dan IUPK harus “membayar bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Namun, dalam Laporan Kuartal Berdasarkan Bagian 13 atau 15 (d) Undang-Undang Bursa Efek AS Tahun 1934 yang dilayangkan perusahaan ke US Securities and Exchanges Commission (SEC) pada Kamis (3/8/2023) waktu setempat, Freeport-McMorran Inc. memiliki pandangan berbeda.
Berdasarkan IUPK PTFI, Freeport Mc-Morran mengeklaim bahwa bea keluar konsentrat yang berlaku seharusnya mengacu pada peraturan yang berlaku pada 2018, yang menyatakan bahwa tidak ada bea yang diperlukan setelah progres pembangunan smelter mencapai 50%.
Sekadar catatan, per Maret 2023, Pemerintah Indonesia memastikan progres konstruksi smelter Manyar sudah melebihi 50% dan bea keluar PTFI dihapus efektif 29 Maret 2023.
Namun, pada Juli 2023, Kementerian Keuangan mengeluarkan revisi aturan bea masuk berbagai produk ekspor, termasuk konsentrat tembaga.
Revisi regulasi menetapkan bea keluar untuk konsentrat tembaga sebesar 7,5% pada semester II-2023 dan 10% pada 2024 untuk perusahaan dengan progres smelter 70% hingga 90%. Bagi perusahaan dengan progres smelter di atas 90%, bea keluar akan menjadi 5% pada semester II-2023 dan 7,5% pada 2024.
Atas dasar itu, Freeport-McMorran menyatakan PTFI akan menggugat penerapan aturan yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan IUPK tersebut.
“[Untuk itu] PTFI terus mendiskusikan penerapan peraturan yang direvisi dengan Pemerintah Indonesia dan akan menggugat, dan mencari pemulihan, penilaian apa pun,” tegas Freeport dalam dokumen tersebut, dikutip Bloomberg Technoz, Selasa (8/8/2023).
Pada 24 Juli 2023, ungkap dokumen tersebut, PTFI akhirnya diberikan izin ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024 dengan alokasi sebanyak 1,7 juta metrik ton atau hingga proyek smelter di Manyar, Gresik beroperasi secara penuh.
(wdh)