Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara menambahkan aspek pengembangan dalam UU P2SK memiliki arti penting dan strategis bagi jalannya otoritas sektor jasa keuangan di masa mendatang.
“Aspek pengembangan ini merupakan amanat baru dari UU PPSK yang membuat OJK tidak lagi hanya mengedepan aspek perizinan dan pengawasan, tetapi OJK juga diberikan tanggung jawab untuk mengembangkan sektor keuangan nasional, termasuk teknologi finansial (fintech) untuk dapat semakin berkembang lebih cepat dan dinamis di masa mendatang,” tutur Mirza.
Lanjut Mirza, dorongan terhadap aspek pengembangan di atas harus diimbangi dengan berbagai langkah penguatan di wilayah mitigasi risiko dan perlindungan konsumen.
“OJK sedang melakukan upaya-upaya untuk memperkuat kebijakan dan langkah perlindungan konsumen. Salah satu di antaranya akan dilakukan dengan berkolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan,” kata Mirza.
Ia juga menyoroti rendahnya literasi keuangan sebagai salah satu penyebab kasus-kasus penipuan di industri keuangan nasional. Menurut hasil survei OJK, tingkat indeks literasi keuangan pada tahun 2022 mencapai 49,5%, meningkat dari 38,03% di tahun 2019. Akan tetapi, capaian ini masih memiliki gap yang cukup lebar bila dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan di tahun 2022, yang telah mencapai 85,1%.
Rudiantara mengatakan IFSOC mengamini urgensi pada industri ini. Pihaknya juga mendukung rencana pengembangan OJK dan kemudian mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor fintech nasional untuk terlibat aktif.
“Akan sangat bagus jika ada semacam universal fraudsters database di mana semua pelaku industri keuangan digital dapat saling melaporkan, menghimpun, dan membagikan data pelaku fraud,” ucap Rudiantara.
(wep)