Menurut Freeport, bea ekspor yang dapat dinilai berdasarkan PMK No. 71/2023 tersebut tidak tecermin dalam proyeksi hasil keuangan perusahaan untuk paruh kedua 2023.
Berdasarkan perkiraan volume penjualan dan harga logam saat ini, papar dokumen itu, bea ekspor sebesar 7,5% atas penjualan PT Freeport Indonesia (PTFI) selama semester I-2023 diperkirakan berdampak pada pendapatan konsolidasi sekitar US$250 juta (US$80 juta untuk laba bersih yang dapat diatribusikan ke saham biasa) untuk 2023.
Nilai tersebut termasuk sekitar US$120 juta (US$40 juta untuk laba bersih yang dapat diatribusikan ke saham biasa) pada kuartal III-2023.
“[Untuk itu] PTFI terus mendiskusikan penerapan peraturan yang direvisi dengan pemerintah Indonesia dan akan menggugat, dan mencari pemulihan, penilaian apa pun,” tegas Freeport dalam dokumen tersebut, dikutip Bloomberg Technoz, Selasa (8/8/2023).
Tarik Ulur Regulasi di Indonesia
Selama beberapa tahun terakhir, Freeport-McMorran mencatat Pemerintah Indonesia telah memberlakukan berbagai undang-undang dan peraturan guna mendorong penghiliran berbagai komoditas mineral, termasuk konsentrat tembaga.
“Pada 10 Juni 2023, izin ekspor beberapa eksportir –termasuk PTFI– berakhir. Selama kuartal kedua dan hingga Juli 2023, Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan untuk menangani ekspor logam yang tidak dimurnikan, termasuk peraturan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] untuk mengizinkan ekspor konsentrat tembaga yang berkelanjutan hingga Mei 2024 bagi perusahaan yang membangun smelter dengan progres konstruksi lebih dari 50%, dan peraturan Kementerian Perdagangan tentang izin ekspor berbagai produk, termasuk konsentrat tembaga,” papar Freeport.
Pada 24 Juli 2023, ungkap dokumen tersebut, PTFI akhirnya diberikan izin ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024 dengan alokasi sebanyak 1,7 juta metrik ton atau hingga proyek smelter di Manyar, Gresik beroperasi secara penuh.
Dalam kaitan itu, berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI, Freeport Mc-Morran mengeklaim bahwa bea keluar konsentrat yang berlaku seharusnya mengacu pada peraturan yang berlaku pada 2018, yang menyatakan bahwa tidak ada bea yang diperlukan setelah progres pembangunan smelter mencapai 50%.
Sekadar catatan, per Maret 2023, Pemerintah Indonesia memastikan progres konstruksi smelter Manyar sudah melebihi 50% dan bea keluar PTFI dihapus efektif 29 Maret 2023.
Namun, pada Juli 2023, Kementerian Keuangan mengeluarkan revisi aturan bea masuk berbagai produk ekspor, termasuk konsentrat tembaga.
Revisi regulasi menetapkan bea keluar untuk konsentrat tembaga sebesar 7,5% pada semester II-2023 dan 10% pada 2024 untuk perusahaan dengan progres smelter 70% hingga 90%. Bagi perusahaan dengan progres smelter di atas 90%, bea keluar akan menjadi 5% pada semester II-2023 dan 7,5% pada 2024.
Atas dasar itu, Freeport-McMorran menyatakan PTFI akan “menggugat dan mencari pemulihan, penilaian apa pun” atas penerapan aturan yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan IUPK tersebut.
Denda Administrasi Smelter
Dalam dokumen yang sama, PTFI melaporkan pembangunan smelter Manyar akan selesai pada pertengahan 2024 diikuti dengan commissioning fasilitas dan jadwal ramp-up hingga akhir 2024.
Dikutip dari Catatan 12 Formulir 10-K FCX 2022, pada Maret 2022, PTFI membayar denda administrasi kepada Pemerintah Indonesia sebesar US$57 juta (termasuk biaya sebesar US$41 juta yang dicatat pada kuartal pertama 2022) terkait dengan keterlambatan pembangunan smelter akibat pandemi Covid-19.
Pada Mei 2023, Kementerian ESDM mengeluarkan keputusan yang menetapkan formula revisi denda administrasi untuk keterlambatan pembangunan fasilitas peleburan dan pemurnian, dengan mempertimbangkan tunjangan untuk penundaan tertentu terkait dengan pandemi sebagaimana diverifikasi oleh pihak ketiga.
Pada pertengahan Juli 2023, PTFI menyerahkan perhitungan terverifikasi pihak ketiganya, yang menghasilkan akrual untuk potensi denda administratif sebesar US$55 juta berdasarkan formula yang ditentukan oleh keputusan tersebut terkait dengan periode dari Agustus 2020 hingga Januari 2022.
“PTFI terus membahas penerapan denda administrasi ini dengan ESDM. Berdasarkan revisi jadwal pembangunan smelter PTFI, yang diterima oleh Pemerintah Indonesia sehubungan dengan perpanjangan izin ekspor PTFI pada awal 2022, PTFI berpendapat tidak ada denda tambahan yang harus dinilai berdasarkan keputusan tersebut,” tegas perusahaan.
Keputusan Mei 2023 oleh ESDM, lanjut Freeport, juga mensyaratkan penjaminan jaminan untuk disimpan dalam escrow sampai proyek selesai.
PTFI juga mengatakan memiliki jaminan penjaminan untuk mendukung komitmennya untuk pembangunan smelter tambahan di Indonesia, yang berjumlah US$134 juta pada 30 Juni 2023 dan mungkin diharuskan untuk membuat deposit tambahan yang dapat dikembalikan sekitar US$250 juta dalam terkait dengan Surat Keputusan Menteri pada Mei 2023.
“Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan peraturan yang berlaku efektif 1 Agustus 2023, yang mewajibkan 30% dari hasil ekspor bruto PTFI untuk disimpan sementara ke bank-bank Indonesia untuk jangka waktu 90 hari sebelum penarikan. PTFI sedang meninjau pedoman pelaksanaan yang terkait dengan devisa hasil ekspor [DHE] ini.”
Pendapatan Turun Akibat Kebijakan RI
Sekadar catatan, berdasarkan laporan kuartalan terbaru Freeport-McMorran, perusahaan mengantongi laba bersih US$343 juta pada kuartal II-2023 dan US$1,0 miliar pada semester I-2023. Capaian itu turun drastis dibandingkan dengan US$840 juta pada kuartal II-2022 dan US$2,4 miliar untuk semester I-2022.
Menurut perusahaan, penurunan itu salah satunya dipicu volume penjualan tembaga yang lebih rendah akibat keterlambatan ekspor sehubungan dengan pembaruan izin ekspor konsentrat PTFI.
“Hasil enam bulan pertama 2023 juga mencerminkan volume penjualan tembaga dan emas yang lebih rendah akibat penangguhan pengakuan penjualan terkait dengan pengaturan tol PT Smelting,” papar perusahaan.
Pada 30 Juni 2023, Freeport memiliki utang konsolidasi sebesar US$9,5 miliar dan kas dan setara kas konsolidasi senilai US$6,7 miliar, menghasilkan utang bersih US$2,8 miliar (US$0,9 miliar tidak termasuk utang bersih untuk smelter Manyar dan kilang logam mulia atau PMR di Indonesia).
Dalam hal belanja modal, pengeluaran Freeport-McMorran ditargetkan mencapai US$4,8 miliar untuk 2023, yang mencakup US$2,0 miliar untuk proyek pertambangan besar dan US$1,6 miliar untuk proyek smelter di Indonesia.
Belanja modal Freeport mayoritas dialokasikan untuk proyek-proyek pertambangan besar; termasuk US$1,3 miliar untuk proyek-proyek yang direncanakan, terutama terkait dengan pengembangan tambang bawah tanah di distrik mineral Grasberg dan biaya modal pabrik pendukung dan listrik.
Selain itu juga US$0,7 miliar untuk proyek-proyek pertumbuhan bebas, terutama untuk pengembangan Kucing Liar; sebuah pabrik proyek pemulihan dengan pemasangan sirkuit pembersih tembaga baru di PTFI, dan proyek perluasan di Bagdad dan Lone Star.
“Kami memantau dengan cermat kondisi pasar dan akan terus menyesuaikan rencana operasi kami, termasuk belanja modal, untuk melindungi likuiditas dan mempertahankan nilai aset kami, sebagaimana diperlukan. Adapun, belanja modal untuk proyek smelter di Indonesia didanai dengan dana dari senior notes PTFI dan tersedia di bawah fasilitas kredit bergulir,” jelas Freeport.
(wdh/roy)