Tren yang sama juga terlihat untuk kelompok obligasi sampah di kawasan ASEAN yang mencetak kenaikan 0,4% pekan lalu, tertinggi sejak Februari 2023.
Indonesia mencetak pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 dengan capaian mengesankan di angka 5,17%, melampaui perkiraan banyak kalangan disokong oleh konsumsi rumah tangga yang mulai pulih, belanja pemerintah seputar Pemilu 2024 dan inflasi yang mulai melandai.
Selera investasi para pemodal global pada saat yang sama juga kembali naik menyusul kian tingginya optimisme bahwa negara-negara maju bisa menghindari resesi.
"Saya melihat daya tarik lebih besar di Indonesia karena apa yang terjadi di pasar properti China. Pemodal mencari aset untuk mendiversifikasi portofolio sedikit lebih jauh dari aset-aset China berimbal hasil tinggi yang menghadapi banyak tantangan tahun ini," komentar analis Bloomberg Intelligence Mary Ellen Olson.
Selera berinvestasi di obligasi korporasi peringkat rendah khususnya berlangsung di korporasi sektor komoditas, relatif terbatas karena kekhawatiran faktor ESG terkait penambangan batu bara, menurut analis.
"Sekarang terjadi transaisi dan itu membuka pintu lebih banyak orang untuk berinvestasi khususnya bila mereka bisa menghasilkan produk berkelanjutan yang ramah lingkungan. Itu bisa menarik lebih banyak investor," jelas analis.
Beberapa obligasi korporasi mencatat kinerja terburuk tahun ini (year-to-date) di antaranya adalah surat utang yang diterbitkan oleh PT PLN Persero yang jatuh tempo pada 2050 dengan kenaikan 1,68%, disusul surat utang terbitan PT Pertamina Persero (htm. 2031) serta obligasi Pertamina lainnya (htm. 2026) yang masing-masing hanya naik 2,2% dan 2,32%.
Sementara obligasi terbitan LLPL Capital (htm. 2039) mencatat kenaikan harga 10,71%, disusul obligasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (htm. 2027) dengan kenaikan 10,39% serta obligasi PT Star Energy, perusahaan geothermal milik taipan Prajogo Pangestu (htm 2038) dengan kenaikan 10,27%.
-- dengan bantuan laporan dari Claire Jiao dan Grace Sihombing dari Bloomberg News.
(rui)