Argentina, Brasil, Chili, dan Indonesia lebih menyambut baik investasi di pabrik baterai EV dari China daripada AS.
“Kami tidak bisa terus mengemis dan mengemis dari Anda,” kata Menko Marves RI Luhut Panjaitan, pada Mei lalu. “Anda mungkin marah pada kami karena berdagang dengan negara lain, tetapi kami harus bertahan hidup.”
Namibia, Zimbabwe, dan Ghana juga tengah bersiap untuk melarang ekspor litium yang penting untuk kendaraan listrik.
Saat mengunjungi China pada bulan April, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva pun sempat menyatakan pertanyaan yang menohok “siapa yang memutuskan bahwa dolar harus mahakuasa", kata dia.
Sementara itu, Bank of Thailand sedang membicarakan rencana baru untuk mendiversifikasi currency basket-nya, yang digunakannya untuk menetapkan nilai baht, agar tidak terlalu terikat dengan dolar.
Indonesia sendiri menopang pasar mata uang lokal, setelah negara-negara tetangga menyiapkan sistem pembayaran digital, yang dapat mengurangi kebutuhan dolar dalam pembelian sehari-hari. Sementara Afrika sedang mendiskusikan pembentukan mata uang bersama.
Dari sisi komponen geopolitik, negara-negara dunia tidak lagi memihak dalam pertarungan antara Barat dan Rusia atau AS dan China. Sehanyak 32 negara abstain dari resolusi PBB pada bulan Februari yang menuntut Rusia menarik diri dari Ukraina.
“Perilaku kekuatan besar telah membuat banyak pihak di Global South marah.”
Para pemimpin negara-negara Global South, seperti Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina dan Menteri Keuangan Filipina Benjamin Diokno terdengar seperti sedang membaca naskah yang sama ketika mereka menjelaskan kenetralan mereka dengan variasi kata-kata yang intinya menjelaskan “kami adalah teman untuk semua”.
Pada Juni, ketika sebuah kapal China memusuhi kapal perang AS di Selat Taiwan, para menteri pertahanan Asia pada pertemuan di Singapura hanya menekankan perlunya menghindari konflik.
Afrika Selatan, sementara itu, juga menyangkal klaim duta besar AS bahwa mereka memasok senjata ke Rusia untuk perang di Ukraina. Vietnam pun tetap diam tentang Ukraina. Alasannya: kemitraan keamanannya dengan Rusia yang dimulai sejak Perang Vietnam.
India juga demikian. Negara ini membeli minyak Rusia yang bertentangan dengan sanksi yang dipimpin AS.
“Energi bukan tentang altruisme atau filantropi,” kata Menteri Perminyakan Hardeep Singh Puri kepada Bloomberg TV pada Februari.
Perilaku negara-negara besar telah memperburuk banyak hal di Global South, seperti: kisruh plafon utang dan kekacauan politik di AS, persaingan tajam dengan China, dan Brexit di Inggris.
Hasil survei Pew Research Center menunjukkan pandangan memusuhi China mencapai titik tertinggi dalam sejarah. Namun, AS gagal memanfaatkan penurunan popularitas Presiden China Xi Jinping.
“Xi Jinping telah merupakan hadiah Tuhan untuk membangun aliansi AS di Asia,” kata Ashley Tellis, mantan pejabat senior Departemen Luar Negeri AS yang sekarang bekerja di Carnegie Endowment for International Peace.
AS hampir tidak menawarkan alternatif yang menarik, demikian menurut mantan Perwakilan Dagang AS Michael Froman. “Mereka belum melihat apa visi kami untuk masa depan,” katanya kepada podcast Stephanomics Bloomberg pada bulan Juni.
Sebagai tanggapan dari hal ini, negara-negara Global South pun telah memutuskan untuk membuat visinya sendiri. — Dengan Haslinda Amin dan Claire Jiao
Jamrisko meliput ekonomi dari Singapura; Marlow meliput diplomasi dari Washington. Keduanya adalah reporter senior Bloomberg.
(bbn)