Netanyahu, 73 tahun, sudah sering mengatakan bahwa normalisasi hubungan akan menguntungkan Israel dan Arab Saudi secara ekonomi, dan mendesak Iran untuk tidak ikut campur secara agresif di kawasan seperti mengganggu rute kapal pengakut minyak.
Meski Arab Saudi dan Iran telah memperbaiki hubungan diplomatik awal tahun ini dalam kesepakatan yang disponsori oleh China, Riyadh masih curiga dengan Iran dan memandang negara itu sebagai pesaing geopolitiknya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga ingin Arab Saudi mengakui negara Israel. Dia mengirim Penasehat Keamanan Nsional Jake Sullivan ke Arab Saudi bulan lalu yang antara lain bertujuan membicarakan masalah ini dengan Putera Mahkota Mohammed bin Salman.
Netanyahu mengatakan perbaikan hubungan ini akan "memiliki konsekuensi luar biasa bagi para investor."
"Jika ada yang membuat pasar taruhan sekarang, saya siap bertaruh. Tetapi saya tidak bisa menjaminnya."
Sebelumnya Riyadh mengatakan bahwa negara Palestina yang merdeka adalah syarat utama. Negara ini belakangan mengemukakan rasa frustasi terkait hubungan memburuk Israel dengan Palestina yang bisa dilihat dari operasi penggerebekan di satu kamp pengungsi di Tepi Barat dan pernyataan-pernyataan yang membakar dari sejumlah anggota koalisi kanan ekstrim pimpinan Netanyahu.
Di balik layar, kubu Arab Saudi meminta jaminaan pertahanan dari AS, kemudahan membeli persenjataan canggih Amerika dan izin dari Gedung Putih untuk melakukan kegiatan pengayaan uranium di dalam negeri yang merupakan bagian dari rencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir.
Kotak Isian Palestina
Netanyahu sendiri tidak menganggap masalah Palestina sebagai penghalang kesepakatan Israel-Arab Saudi.
"Ini seperti kotak yang harus diisi," ujarnya. "Anda harus mengisi kotak itu untuk mengatakan bahwa anda melakukan sesuatu. Apakah ini yang dikemukakan dalam koridor? Apakah ini yang dikatakan dalam perundingan rahasia" Jawabannya jauh dari perkiraan anda."
Perdana menteri Isrel ini menolak menjawab pertanyaan terkait pembatasan pembangunan pemukiman Yahudi yang baru di Tepi Barat agar bisa mencapai kesepaktan dengan Riyadh.
Netanyahu mengatakan tidak akan mengizinkan negara Palestina yang merdeka tanpa pengawasan keamanan dari Israel
"Tidak akan ada negara Palestina merdeka - yang ada nanti adalah satu negara teror Iran," ujarnya.
"Pihak Palestina boleh memiliki kewenangan untuk memerintah rakyat mereka sendiri dan mereka tidak akan punya kewenangan untuk mengancam Israel. Ini artinya apapun kesepakatan damai dengan Palestina nanti, Israel harus memiliki kewenangan keamanan di seluruh wilayah - wilayah kami dan wilayah mereka."
Normalisasi hubugan akan menjadi pencapaian luar biasa bagi Israel. Meski telah memiliki hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko dan Sudan sejak 2020, Arab Saudi adalah ekonomi terbesar di Timur Tengah dan pemerintah negara itu menginvestasi dana triliunan dolar sebagai langkah diversifikasi dari sektor minyak. Selain itu, Arab Saudi adalah penjaga dua situs paling suci agama Islam, Mekkah dan Madinah.
Meski tidak ada hubungan resmi, selama bertahun-tahun perusahaan-perusahaan teknologi dan keamanan siber Israel secara diam-diam berbisnis di Arab Saudi.
Akhir tahun 2020, media Israel menyebut bahwa Netanyahu terbang ke Arab Saudi untuk bertemu dengan putera mahkota. Namun, kunjungan itu tidak pernah diakui secara resmi oleh kedua negara.
Sejumlah kesepakatan malah lebih terbuka. Tahun lalu, Arab Saudi membuka ruang udaranya bagi maskapai penerbangan yang keluar masuk wilayah udara Israel.
Bulan ini, SolarEdge Technologies, perusahaan S&P 500 yang berkantor pusat di Israel, mengumumkan pendirikan satu perusahaan patungan dengan Arab Saudi yang bergerak di bidang pengembangan energi terbarukan di negara itu.
(bbn)