Arifin mengatakan pemerintah tidak ‘lepas tangan’ terhadap perkembangan proyek penghiliran batu bara, meski sekarang harus memulai lagi dari awal.
Belajar dari China
Lebih lanjut, Arifin menilai penghiliran batu bara penting untuk dikembangkan di dalam negeri, belajar dari China yang sukses melakukan gasifikasi untuk memproduksi urea yang dibutuhkan sebagai bahan baku pupuk.
“Memang China dahulu kekurangan urea, gasnya juga. Dia impor banyak sama kita. Lalu mereka pakai gasifikasi itu, jadi batu baranya diproses, di-combust, untuk membikin gas sintesa untuk proses membikin pupuk,” tutur Arifin.
Berkat pengembangan teknologi gasifikasi batu bara tersebut, Negeri Panda pun diklaim sukses melakukan swasembada pangan.
“Coba kita dengar, China impor beras enggak? Impor sayur dan buah enggak? Mereka malah ekspor. Segala macam buah dari China semua. Nah itulah antara lain peran dari gas sintesa. Biaya produksinya pun bisa lebih kompetitif,” jelasnya.
Sebelumnya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyatakan bakal tetap mempertahankan proyek penghiliran batu bara menjadi DME atau gasifikasi, dan tidak akan mengalihkannya ke proyek amonia seperti yang dilakukan Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI).
Komisaris Utama Bukit Asam Irwandy Arif mengatakan dewan direksi PTBA sepakat agar proyek penghiliran batu bara tetap di jalur gasifikasi, meski tak menampik progresnya akan terhambat setelah ditinggal pergi APCI.
“Dari pimpinan perusahaan tetap DME dan kami sedang mencari mitra baru serta rencana baru seperti [produksi] anoda substitusi grafit, yang kemudian menjadi activated carbon. Kalau anoda [pangsa pasarnya besar] karena pasti dibutuhkan untuk bahan baterai kendaraan listrik,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/7/2023).
Beberapa waktu lalu, APCI –yang merupakan investor asal Amerika Serikat (AS)– hengkang dari dua megaproyek gasifikasi batu bara yang dipenggawai oleh PTBA dan anak usaha BUMI, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Terkait dengan hal itu, Irwandy mengatakan proyek penghiliran batu bara –baik yang dimotori PTBA maupun KPC– terpaksa mundur dari target pelaksanaan pada tahun ini. Namun, dia menampik spekulasi bahwa proyek strategis nasional (PSN) itu dihentikan.
“Pasti jadi. Memang pasti penghilirannya jadi mundur, padahal itu yang diharapkan menjadi jalan keluar [bagi perusahaan batu bara di Tanah Air]. Mungkin KPC tidak ke arah DME, tetapi ke amonia. Sementara itu, PTBA sedang mencari partner baru dan menunggu kepastian dari pemerintah seperti apa penugasan dan sebagainya,” jelas Irwandy.
Di lain sisi, Presiden Direktur Bumi Resources Adika Nuraga Bakrie pada akhir Mei memastikan proyek penghilliran batu bara menjadi amonia besutan KPC akan mulai dieksekusi tahun depan.
Dia pun mengungkapkan pembangunan pabrik pengolahan batu bara BUMI akan menggandeng mitra baru, yaitu perusahaan asal China. Sayangnya, dia enggan mengungkapkan siapa investor baru tersebut. Namun, berembus kabar Sedin Engineering Co. Ltd. menjadi calon kuat pengganti ACPI dalam proyek penghiliran batu bara di dalam negeri.
“Kita ini punya target agak agresif setelah berganti partner. Targetnya awal 2024 ini bisa groundbreaking. Saat ini masih persiapan untuk memulai basic engineering design-nya,” katanya.
Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menyinggung bahwa proyek penghiliran batu bara dapat mengurangi beban subsidi energi untuk LPG senilai Rp7 triliun per tahun.
Untuk gasifikasi, proyek itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI senilai US$2,1 miliar atau sekitar Rp30 triliun, proyek itu digadang-gadang sanggup memenuhi kebutuhan 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton DME per tahun, dan 450.000 ton polipropilen per tahun.
Menyitir pernyataan resmi Pertamina, dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini diklaim dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan efek domino seperti menarik investasi asing lainnya dan –melalui penggunaan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN)– proyek itu juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
(wdh)