Logo Bloomberg Technoz

"Namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia," lanjut dr. Syahril. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes). (Dok. Kementerian Kesehatan)

Sementara satu kasus lainnya masih merupakan suspek yang juga anak namun berusia 7 tahun. Dia mengalami demam pada tanggal 26 Januari, kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri. 

Pada tanggal 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada tanggal 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan kemudian dirujuk. Saat ini pasien suspek masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini.

"Pemerintah melakukan tindakan antisipatif dalam menentukan penyebab dua kasus GGAPA baru yang dilaporkan. Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog dan para guru besar dan Puslabfor Polri melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut," kata dua.

Pemeriksaan lebih lanjut mengenai sampel obat dan darah pasien juga sedang dilakukan.

Atas temuan kasus baru ini, Kemenkes akan kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh dinas kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan organisasi profesi kesehatan terkait dengan kewaspadaan tanda klinis GGAPA dan penggunaan obat sirop meskipun penyebab kasus baru ini masih memerlukan investigasi lebih lanjut.

Juru bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH. (Dok. Kemenkes)

Syahril menambahkan, meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan. Sementara terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela). 
 
BPOM diketahui telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
 
Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA itu, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek  yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari sejumlah tersebut 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.  

Sementara pada 17 Oktober 2022, Kemenkes juga mengeluarkan tata laksana penanganan GGAPA. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan menerbitkan Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.

“Gagal Ginjal Akut pada Anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami peningkatan pada September. Sejumlah antisipasi telah kita lakukan termasuk melakukan fasilitasi dengan menyusun pedoman penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut pada Anak,” kata Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan dr. Yanti Herman sebagaimana dirilis dari laman Kemenkes yang diunggah pada 19 Otober 2023.

Dia mengatakan, diagnosis untuk penyakit gagal ginjal akut pada anak diawali dengan mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien. Salah satunya terjadi penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali BAK (anuria).

“Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi atau penyaringan ginjal. Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” ujar dia lagi.

GGAPA diketahui menyerang anak dengan di rentang usia 6 bulan-18 tahun dan paling banyak terjadi pada balita. Gejala awalnya berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA. Gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang bahkan tidak bisa buang ar kecil sama sekali. 

(ezr/roy)

No more pages