Logo Bloomberg Technoz

"Jika swasta yang melakukan kegiatan ekonomi, pendapatan negara dari mana? Pendapatan negara itu, ya, dari pajak," kata Anies meski tidak menampik perusahaan milik negara juga berkontribusi besar pada penerimaan negara.

"Prioritas kita, kalau pendapatan [negara] memang dari pajak. Supaya pendapatan pajak kita besar, maka perekonomian harus tumbuh, sehingga kita melihat peran swasta harus dibesarkan," tutur Anies.

Tetap Berbisnis

Memperbesar sektor swasta bukan berarti menutup keran bisnis BUMN. Anies memiliki pandangan, BUMN seharusnya cukup bergerak di sektor strategis dan sektor yang tidak memberikan keuntungan secara bisnis, namun menyangkut hajat hidup orang banyak. 

"BUMN berada di tempat yang strategis, di mana kita memiliki kepentingan strategis. Jadi, misalnya di industri yang memiliki nilai strategis dan nilai vital serta pembangunan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan profit taking, di situ dilakukan [oleh BUMN)] Kegiatan yang sifatnya murni komersial bisa dikerjakan oleh swasta," Tutur Anies.

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan saat ditemui di kawasan Lebak Bulus, Kamis (3/8/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Ia memberikan contoh seperti sektor telekomunikasi dan persenjataan. Keduanya merupakan sektor strategis, jadi harus ada BUMN di dalamnya.

Atau, jika masuk ke level BUMD, Anies memberikan contoh DKI Jakarta soal transportasi umum. Dalam contoh kasus ini, pemerintah dihadapkan dua pilihan, yakni mengelola transportasi umum melalui BUMD atau Dinas Perhubungan.

Kedua pilihan itu, lanjut Anies, tidak menguntungkan. "Tapi, memberikan manfaat untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi hingga mengurangi kemacetan," imbuhnya.

Sektor transportasi kereta dan kegiatan bisnis lain yang juga dikerjakan swasta, biarkan menjadi porsi swasta. 

Kesimpulan dari Anies, bukan masalah banyak atau sedikitnya BUMN, tapi mana yang sesungguhnya kegiatan komersial yang biasa dan mana yang sesungguhnya kegiatan pembangunan yang memang punya efek pembangunan negara, di situlah peran negara berada melalui BUMN.

"Itu juga supaya ekonomi kita lebih mengandalkan mekanisme pasar. Kalau pasar, itu tadi, harus efisien. Seperti perusahaan, ya, dia harus ambil untung. Sementara kalau pemerintah, ya, tidak cari untung, tapi untuk menyejahterakan rakyat," jelas Anies.

Analogi Gajah Menari

Berbeda dengan Anies, Menteri BUMN Erick Thohir mengelola BUMN dengan analogi gajah menari. BUMN diibaratkan sebagai gajah yang memiliki badan besar. Akan semakin menguntungkan jika memiliki badan besar sekaligus  juga lincah 'menari'.

Analogi itu Erick terapkan melalui pembentukan sejumlah holding BUMN. Pembentukan itu dilakukan karena selama ini banyak bisnis yang saling bersinggungan. Sehingga, selain mengeliminasi persaingan sesama BUMN, pembentukan holding juga membuat bisnis BUMN menjadi lebih efisien.

Pembentukan holding juga bukan untuk membuat BUMN hanya besar di dalam negeri, tapi hingga ke luar negeri. Misi ini yang juga diusung Erick Thohir yang salah satunya menginginkan Indonesia menjadi pusat keuangan syariah dunia melalui ekosistem bank BUMN syariah.

Strategi gajah menari itu membuahkan hasil. Kinerja keuangan BUMN terus mencetak rekor.

Pada 2020, total laba BUMN hanya Rp13 triliun. Pada 2021, angkanya meningkat jadi Rp124 triliun. Bahkan, pada 2022, laba BUMN mencapai Rp303 triliun.

"Lihat saja peningkatan laba dari Rp 13 triliun, Rp 124 triliun, Rp 303 triliun yang tahun kemarin dikurangi Rp 60 triliun restrukturisasi Garuda, jadi cash sekitar Rp240 triliun ," kata Erick beberapa waktu lalu.

Meningkatnya laba menelurkan rekor dividen yang diterima negara. Dividen BUMN tembus Rp80 triliun. "Ini dalam sejarah, belum pernah," kata Erick.

Meski begitu, bukan berarti kinerja Erick Thohir tanpa cela. Salah satu yang masih menjadi sorotan adalah, rapor merah di sektor BUMN Karya, dengan kerugian yang terus membesar dan utangnya yang menggunung.

(dhf)

No more pages