Kontributor PDB terbesar nomor 2 adalah Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi. Beberapa waktu lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan angka realisasi investasi kuartal II-2023 yang cukup baik.
Pada kuartal II-2023, realisasi investasi tercatat Rp 349,8 triliun. Naik 15,7% yoy.
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) adalah Rp 186,3 triliun atau 53,3% dari total investasi yang masuk. Tumbuh 14,2% yoy.
Sementara realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah Rp 163,5 triliun atau 46,7% dari total investasi. Naik 17,6% yoy.
“Ini merupakan tanda yang menjanjikan bagi bidang investasi sekaligus peluang bagi Indonesia untuk tetap mempertahankan kinerja pertumbuhan ekonomi,” sebut Teuku Riefky, Ekonom LPEM FEB UI, dalam risetnya.
LPEM memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,09% pada kuartal II-2023.
Masalahnya Ada di Ekspor
Penyumbang terbesar ketiga dalam formasi PDB adalah net ekspor (ekspor dikurangi impor). Ini yang sepertinya menjadi penghambat, menjadi beban bagi ekonomi Tanah Air untuk tumbuh tinggi.
Sepanjang kuartal II-2023, surplus neraca perdagangan Indonesia tercatat US$ 7,8 miliar. Angka ini hanya sekitar separuh dari pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya dan turun 30% dibandingkan kuartal I-2023.
“Setelah terus tumbuh, ekspor mengalami tren penurunan untuk kali pertama sejak paruh kedua 2020. Ekspor turun 17,9% yoy pada kuartal-II 2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya,” lanjut Riefky.
Harga komoditas yang pada 2021 dan 2022 membuat ekspor melonjak kini tidak lagi bisa diandalkan. Batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), 2 komoditas andalan ekspor Indonesia, mengalami koreksi tahun ini.
Sepanjang 2023, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) anjlok 64,91%. Sementara harga CPO di Bursa Malaysia turun 0,39%.
Selain harga, permintaan pun turun. Contoh paling nyata adalah dari China, mitra dagang terbesar Indonesia.
Impor China pada Juni 2023 tumbuh -6,8% yoy. Lebih dalam dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya yang 4,5% yoy, juga dibandingkan ekspektasi pasar dengan proyeksi kontraksi 4% yoy. Impor China sudah turun selama 4 bulan beruntun.
Pada kuartal II-2023, nilai impor China dari Indonesia adalah US$ 17,51 miliar. Turun 8,13% yoy.
Meski sudah mencabut kebijakan zero Covid-19, tetapi ekonomi China masih relatif lesu, belum sepenuhnya bangkit. Berbagai data terbaru memberi konfirmasi akan hal ini.
Pada Juni 2023, pertumbuhan kredit baru di China tercatat 11,3% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 11,4% yoy.
Kemudian penjualan mobil pada Juni 2023 hanya tumbuh 0,14% yoy. Jauh di bawah pertumbuhan bulan sebelumnya yang 27,9%.
Caixin melaporkan, aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) di China pada Juli berada di 49,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang 50,5.
PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Jika di bawah 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase kontraksi, bukan ekspansi.
Lemahnya permintaan membuat inflasi di China sangat minim. Inflasi pada Juni 2023 tercatat hanya 0% yoy, alias tidak ada kenaikan harga. Bulan sebelumnya, inflasi ada di 0,2% yoy.
“Jadi, performa net ekspor kemungkinan akan terdampak penurunan aktivitas perdagangan global, seiring risiko perlambatan ekonomi. Ekspor akan melemah sejalan dengan perlambatan ekonomi global, yang menjadi tantangan bagi sektor eksternal Indonesia,” papar Faisal.
(aji)