Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Derasnya aliran modal asing ke pasar domestik sejauh ini terlihat tidak mampu membantu penguatan rupiah, menyusul hilangnya korelasi antara nilai foreign inflows di pasar surat utang dengan penguatan otot rupiah, seperti ditunjukkan oleh data Bloomberg.

Korelasi 20 hari terakhir antara nilai aliran modal asing yang masuk ke pasar SBN dengan nilai rupiah tercatat hampir nol sejak Juni lalu. Korelasi negatif akan berarti aliran modal asing ke pasar domestik tidak akan memberi pengaruh apa-apa pada penguatan nilai rupiah. 

Data Kementerian Keuangan mencatat, selama Juni-Juli, pemodal asing memborong SBN senilai US$1,7 miliar, sekitar Rp25,78 triliun, angka itu adalah nilai arus modal asing terbesar sejak periode Januari-Februari. Namun, besarnya aliran modal asing ke pasar SBN nyatanya tidak mempengaruhi otot rupiah.

Pada periode Juni-Juli, rupiah menjadi valuta Asia yang paling buruk kinerjanya.

Aliran modal asing ke Indonesia tidak bisa membantu penguatan rupiah (Bloomberg)

Kemungkinan besar, aliran modal asing ke pasar SBN sudah memiliki hedging nilai tukar sehingga dampak capital inflow ke rupiah sudah tidak bersisa.

Nilai tukar rupiah di pasar spot pada pagi jelang siang ini terlihat berusaha keluar dari tekanan yang telah melemahkannya selama tiga hari berturut-turut dampak dari sentimen negatif downgrade peringkat utang Amerika yang memicu aksi jual di pasar.

Rupiah terlihat berupaya menjebol level resistance pertama di Rp15.165/US$ ketika tinggal 2 bps akan tetapi masih dibebani pelemahan hingga terlempar lagi ke posisi Rp15.173/US$ pada pukul 10:39 WIB, Jumat (4/8/2023).

Di tengah hilangnya dukungan dari aliran modal asing terhadap pergerakan rupiah terutama dari pasar SBN yang memperlihatkan aksi jual berlanjut, nilai rupiah masih berharap dukungan dari modal asing yang deras membanjiri bursa saham domestik. Investor asing mencetak nilai beli bersih saham dua hari berturut-turut senilai total Rp5,29 triliun. 

Di pasar surat utang negara, tekanan jual bukan hanya melandai SUN/INDOGB, melainkan juga global bond RI yang memperlihatkan kenaikan imbal hasil. Yield SUN tenor 10 tahun pagi ini semakin melejit ke 6,31% disusul tenor pendek 2 tahun yang juga naik ke level 6,04%.

Sementara global bond RI tenor 10 dan 5 tahun juga tersengat aksi jual dengan kenaikan yield ke kisaran 5,09% dan 5,03%.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Jumat 4 Agustus (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Pelaku pasar hari ini menanti rilis data pengangguran Amerika yang akan memberikan petunjuk lebih jauh outlook kebijakan bunga acuan Federal Reserve. Konsensus pasar memperkirakan angka pengangguran Amerika akan bertahan di angka 3,6%.

Kekhawatiran terhadap terjadinya resesi di Negari Adikuasa itu sudah dibuang jauh menyusul angka persediaan lapangan kerja yang masih tinggi dengan pasar memperkirakan ada penambahan 200 ribu pekerjaan baru pada Juli lalu.

Dari dalam negeri, pemodal bersiap-siap menanti rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik pada Senin 7 Agustus nanti.

Konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan Indonesia akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi di angka 5% pada kuartal II-2023, tidak berubah dari capaian kuartal I-2023 di angka yang sama. 

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 mencapai 5,1%, lebih baik ketimbang kinerja produk domestik bruto pada kuartal sebelumnya sebesar 5%.

Selama kuartal II-2023 memang Indonesia mencatat puncak konsumsi masyarakat seiring kedatangan hari raya Idulfitri, hari raya Iduladha dan liburan sekolah yang mendorong kenaikan permintaan masyarakat.

"Kuartal II lebih baik karena bukan hanya mobilitas masyarakat yang semakin bagus tapi karena ada [banyak] hari libur sehingga mendorong orang berbelanja, juga ada gaji ke-13 yang dicairkan untuk para ASN/PNS. Jadi, [pertumbuhan] dari 5% menjadi 5,1%," jelas Aida S. Budiman, Deputi Gubernur Bank Indonesia dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (25/7/2023).

-- dengan bantuan laporan dari Marcus Wong dari Bloomberg News.

(rui)

No more pages