Dia mengatakan hasil studi tahap awal terhadap proyek tersebut telah dipresentasikan dan disetujui oleh para pemegang saham Pertamina. Perusahaan pun sudah bernegosiasi dengan mitra potensial; yang dalam hal ini bisa menjadi penyewa potensial atau terlibat di proyek tersebut sebagai investor atau lender yang bersedia membiayai proyek ini
Yoki menyebut Pertamina Group juga sudah berkoordinasi tentang strategi realisasi proyek tersebut dengan pihak Pelindo. Dalam waktu dekat, keduanya akan mulai menyusun feasibility study lanjutan untuk proyek tersebut.
“Jadi, mudah-mudahan, kalau tidak ada hambatan, 2027 kita sudah bisa lihat Jabodetabek punya terminal [TBBM] baru. Target kami demikian. Setelah itu, kami akan employ teknologi terbaik agar terminal ini dioperasikan dengan standar terbaik dan efisien, aman, andal, juga tentunya emisinya lebih rendah. Itu mengapa namanya Jakarta New Green Terminal,” terangnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir sebelumnya memberikan isyarat rencana pembangunan zona penyangga di TBBM tersebut.
Dalam paparan di hadapan Komisi VI DPR RI akhir Maret, dia mengatakan, sesuai dengan aturan internasional, luas zona penyangga antara objek vital dan permukiman warga semestinya mencapai 500 meter. Akan tetapi, berdasarkan perencanaan, buffer zone Depo Plumpang hanya memiliki radius 52,5 meter dengan estimasi belanja modal atau capital expenditure (capex) Rp 368 miliar.
Isu keamanan TBBM Pertamina mencuat usai terjadi kebakaran besar di salah satu tangkinya di Depo Plumpang, Jumat (3/3/2023). Dalam peristiwa tersebut; sebanyak 28 orang meninggal dunia, puluhan orang mengalami luka-luka, dan ratusan warga kehilangan tempat tinggal.
Erick sendiri sempat mengambil langkah cepat dengan menjalin koordinasi dengan Pertamina dan Pelindo. Dia pun sempat mengumumkan, Depo Plumpang akan pindah ke kawasan Pelabuhan Tanjung Priok agar jauh dari permukiman masyarakat.
(wdh)