Logo Bloomberg Technoz

Sekadar gambaran saja, jika kita membandingkan kinerja IHSG dengan indeks utama Wall Street sebagai tolok ukur, yaitu Dow Jones Industrial Average, DJIA mencatatkan kinerja yang ekspansif dengan kenaikan sebesar 6,4% sepanjang tahun ini.

Dengan demikian, Bursa Saham RI harus berpuas diri ada di posisi ketiga secara regional, yang berhasil unggul dengan kinerja yang sedikit lebih baik daripada capaian return bursa saham Filipina dan Malaysia di mana mencatat koreksi 0,2% dan 6,9%.

Perjalanan indeks saham dalam negeri seiringan dengan sejumlah sentimen yang mewarnai laju masing-masing pergerakan sektoralnya, baik itu sentimen global, regional dan juga sentimen yang datang dari dalam negeri.

Pergerakan IHSG tertekan lantaran sektor komoditas yang terjun dalam sejak awal tahun, mengikuti harga komoditas global yang sedang kehilangan daya tariknya. Termasuk komoditas unggulan RI seperti batu bara, minyak mentah, gas alam, minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO), hingga logam-logaman dasar.

Padahal sektor komoditas menjadi penopang utama sejumlah emiten energi, termasuk juga dengan ekspor unggulan pada Neraca Perdagangan RI.

Harga Batu Bara ICE Newcastle secara Year to Date (Bloomberg)

Badan Pusat Statistik (BPS) membukukan angka neraca dagang yang terus turun. Tercatat, Neraca Perdagangan Indonesia pada pada Juni 2023 surplus US$3,45 miliar. Sedangkan pada Mei 2023 hanya berhasil surplus US$440 juta.

Pencapaian tersebut jatuh dibandingkan dengan keuntungan pada April sebelumnya yang mencapai US$3,94 miliar, dan US$2,91 miliar pada Maret. Setelah pada Februari mencetak surplus US$5,46 miliar. Adapun angka surplus pada Mei juga merupakan yang terendah sejak Mei 2020 silam.

"Harga beberapa komoditas unggulan ekspor mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan. Batu bara turun 13,12% secara bulanan, minyak sawit turun 12,54%, minyak mentah turun 1,16%," papar Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto dalam jumpa pers di kantornya, pada Juli kemarin.

IHSG juga mendapati sentimen dari regional, investor khawatir mengenai pemulihan ekonomi China pasca pandemi Covid-19 yang berjalan lambat, bahkan hampir kehilangan momentumnya, hingga jauh dari ekspektasi pasar.

Dengan begitu, kekhawatiran mengenai melambatnya pertumbuhan ekonomi China berhasil membayangi keputusan investasi pada emerging markets, termasuk Indonesia. Selain itu, kelesuan ekonomi China juga langsung terasa oleh Indonesia karena China adalah negara mitra dagang utama Indonesia.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, data yang menggambarkan aktivitas ekonomi China tercatat melemah. Caixin melaporkan, aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) China pada Juli berada pada angka 49,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang 50,5.

Produksi dan permintaan produk manufaktur sama-sama terkontraksi. Permintaan masih lemah, sehingga produksi mengikuti. Permintaan baru (New Orders) berada di posisi terlemah sejak Desember 2022.

Begitu juga dengan tingkat pemulihan ekonomi China yang digerakkan oleh konsumsi kehilangan momentum karena pengeluaran melambat dari segala sisi, dimulai dari perjalanan liburan, mobil hingga rumah.

Kemudian, sentimen lainnya juga tengah menghampiri pasar modal Indonesia adalah Fitch Ratings yang secara mengejutkan melakukan pemangkasan peringkat utang Amerika Serikat (AS), sekaligus meningkatkan kekhawatiran akan aset-aset yang berisiko, seperti saham dan beralih ke aset yang lebih aman (Haven Assets).

Adapun surat utang AS saat ini diberi peringkat AA+ oleh Fitch, satu tingkat di bawah AAA, dan pandangan yang stabil terhadap negara tersebut.

Fitch menurunkan peringkat utang AS dari AAA, peringkat yang dipegang negara tersebut di Fitch setidaknya sejak 1994, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

Sebagai gambaran, downgrade dapat mempengaruhi harga dari sejumlah surat utang Pemerintah AS yang beredar di pasar.

Berkaca kepada sejarah, langkah Fitch ini pernah terjadi pada 2011. Kala itu agen pemeringkat S&P menurunkan rating AA+ pada Pemerintah AS sehingga memicu gelombang downgrade atas sejumlah surat utang korporasi dan aksi jual yang tinggi pada pasar saham.

(fad/hps)

No more pages